Maladministrasi Pendirian Bangunan di Bantaran Batang Anai, Ombudsman Segera Selesaikan Laporan Walhi Sumbar

Tim gabungan Pemprov Sumbar, Pemkab Tanah Datar, dan kementerian/lembaga terkait memasang plang peringatan pembongkaran dan pelarangan membangun di kawasan Lembah Anai, Jumat (30/5) silam. IST

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kasus pendirian bangunan di sepanjang bantaran sungai di kawasan Lembah Anai yang sebelumnya dilaporkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) kepada Ombudsman segera menemui titik terang. Ombudsman menyatakan kasus terindikasi sebagai maladministrasi berupa penyimpangan prosedur atau pengabaian kewajiban hukum akan diselesaikan dalam waktu dekat.

Penjabat sementara (Pjs) Ombudsman Perwakilan Sumbar, Meilisa Fitri Harahap menyebutkan, pihaknya telah telah mengirimkan perkembangan laporan tersebut ke Walhi Sumbar sebagai pihak Pelapor. Dan saat ini, Ombudsman masih menunggu tanggapan organisasi yang bergerak di bidang lingkungan itu.

“Dalam hal ini, substansi yang dilaporkan Walhi Sumbar ialah sejumlah bangunan yang tidak mengantongi izin di sepanjang bantaran Sungai Batang Anai, namun hingga kini masih berdiri kokoh. Padahal, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah menegaskan larangan pendirian bangunan karena melanggar ketentuan,” katanya, Sabtu (4/1).

Menanggapi laporan Walhi tersebut, kata Meilisa, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar menyatakan telah melakukan sejumlah tahapan sebelum pembongkaran secara paksa terhadap bangunan liar tersebut.

“Sejauh ini kami menduga terdapat maladministrasi terkait pendirian bangunan-bangunan permanen di sepanjang bantaran Sungai Batang Anai,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Walhi Sumbar melaporkan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dan Bupati Tanah Datar, Eka Putra kepada Ombudsman atas dugaan maladministrasi penundaan berlarut pembongkaran bangunan hotel yang berdiri secara ilegal di bantaran sungai di kawasan Lembah Anai.

Berkas-berkas dokumen serta bukti pelanggaran diterima langsung Plt Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi setelah mengikuti diskusi bedah kasus yang disampaikan Walhi Sumbar, Rabu (2/10) silam.

Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam menjelaskan, pelaporan dugaan maladministrasi penundaan berlarut itu dilakukan karena Pemprov Sumbar dan Pemkab Tanah Datar mengingkari kesepakatan yang pernah dibuat saat audiensi di Istana Gubernuran Sumbar pada 30 Mei 2024 lalu.

“Ketika itu, pemerintah daerah menyepakati akan segera membongkar bangunan hotel tanggal 10 Juni 2024, setelah sebelumnya dilakukan pemasangan plank di lokasi bangunan tersebut tanggal 31 Mei 2024. Namun faktanya, sampai hari ini terjadi penundaan berlarut, sehingga bangunan masih berdiri kokoh,” ujarnya, kepada Haluan.

Tommy menjelaskan, bangunan hotel tersebut jelas berdiri di kawasan rawan bencana dan dibangun di sempadan sungai yang berjarak nol meter. Bahkan pematangan lahan dilakukan dengan menimbun sungai. Situasi itu sangat berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa di kemudian hari.

Indikasi bahwa kawasan itu rawan bencana, terbukti dengan terjadinya bencana banjir bandang yang menyapu habis akses jalan hingga beberapa kafe di kawasan Lembah Anai pada tanggal 11 Mei 2024 silam. Saat itu Cafe Xakapa dan bangunan lainnya hancur dihantam galodo.

Gayung bersambut, BKSDA Sumbar setelahnya juga melakukan penutupan di kawasan TWA Mega Mendung dengan mendirikan plang larangan di tiga titik lokasi yang ada di kawasan tersebut.

“Pelarangan ini juga sesuai dengan mandat PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Wisata Alam dan Pelestarian. Pembongkaran harus dilakukan karena akan  mengancam kelestarian Kawasan Suaka Alam serta berbahaya bagi keselamatan pengunjung  hotel nantinya,” tutur Tommy.

Sebelum pelaporan secara resmi kepada Ombudsman RI ini dilakukan, Dewan Sumber Daya Air (DSDA) Sumbar juga telah bersidang dan melahirkan sejumlah rekomendasi terkait pembongkaran bangunan konstruksi baja yang diduga akan dibangun hotel di kawasan Lembah Anai.

Sejak tahun 2020 bahkan sudah ada puluhan rekomendasi yang diterbitkan untuk mencegah terus berdirinya bangunan liar tidak berizin di sekitaran sempadan sungai di kawasan Lembah Anai.

Namun pada sidang terakhir kalinya, DSDA Sumbar memberikan empat rekomendasi penting kepada para pemangku kepentingan terkait. Salah satunya melibatkan aparat penegak hukum (APH) untuk pembongkaran bangunan konstruksi hotel.

“Rekomendasi lainnya, kawasan di sepanjang Lembah Anai mulai dari Cafe Ibumi sampai dengan Panorama Bukit Berbunga merupakan kawasan rawan bencana, sehingga tidak boleh dimanfaatkan atau dibebaskan dari berbagai macam bangunan liar yang tidak berizin,” tuturnya. (*)

Exit mobile version