“Itu (Bahasa Indonesia) hanya ke anak saja. Saya masih berbahasa Minang sesama karib dan teman kerja. Saya juga perantau, jadi kadang tidak seutuhnya juga saya mengajarkan anak Bahasa Indonesia. Apalagi ketika sedang marah, keluar Bahasa Minang saya saat memarahi anak. Jadi kalau baik-baik saya Bahasa Indonesia, kalau sedang marah pakai Bahasa Minang. Soalnya kalau marah agak sulit Bahasa Indonesia-nya,” katanya.
Begitu juga yang dikatakan Tari (29). Ia juga mengatakan memang sudah mengajarkan lebih dulu anaknya berbahasa Indonesia. Tapi memang tidak sepenuhnya, karena di sisi lain, Tari juga mendukung Bahasa Minang sebagai didikan anaknya.
“Ya kalau saya Bahasa Indonesia. Kalau ada Ibu saya ke sini, kadang bermain dengan Bahasa Minang juga. Anak saya juga mengerti. Saya juga tidak terlalu memusingkan persoalan bahasa ini. Lihat perkembangan anak nanti di mana nyamannya,” katanya.
Bila terlihat di usia yang mulai cakap berbahasa, kata Tari, di situlah mungkin akan mulai dibiasakan masalah bahasanya. Apabila nyaman dengan Bahasa Minang, maka Bahasa Minang akan dibiasakan ke anaknya. Tari pun juga menyebutkan, masalah didikan bahasa juga tidak bisa berbuat lebih karena keadaan anak yang dihadapi nantinya di lingkungan rumah dan sekolahnya. “Makanya lihat yang nyaman saja. Di sini orang campur juga suku bangsanya. Jadi tidak terlalu memaksakan juga. Tapi memang lebih baik anak saya juga lancar berbahasa Minangnya. Jadi kalau pulang kampung anak saya mengerti bahasa kampungnya, dan di sekolah juga tidak takut berbahasa Indonesia dengan teman-temannya,” katanya. (*)