PADANG, HARIANHALUAN.ID – Dari persoalan bahasa daerah yang kian mengkhawatirkan, tentu upaya dekat yang bisa menjangkau berbagai unsur dan lapisan masyarakat adalah dengan menyosialisasikan kembali akan pentingnya bahasa daerah, termasuk Bahasa Minang.
Budayawan Minangkabau, Mak Katik, mengatakan bahwa sosialisasi itu tentu memerlukan penyamaan persepsi bahwa bahasa daerah bukanlah bahasa yang tertinggal. Apalagi di Sumbar sendiri dengan keberadaan UU 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, di mana penguatan landasannya yang berdasarkan pada falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) tersebut.
“Untuk mencapai ABS-SBK di tengah krisis moral ini ya bahasa harus dikembalikan lagi. Diajarkan kepada anak-kemenakan kita. Bahasa Minang itu bukan bahasa yang tertinggal, tidak akan membuat anak kehilangan kepercayaan dirinya seperti anggapan pasangan muda saat ini,” katanya.
Mak Katik juga menjelaskan, semua persoalan tingkah laku dan sopan santun anak dijabarkan dalam bahasa. Artinya, apabila Bahasa Minang itu didekatkan dengan keseharian anak-anak, maka secara tidak langsung mereka akan mengerti itu sopan santun dan tingkah laku yang baik.
“Anak dipangku kamanakan dibimbiang. Ajarkan mereka kato nan ampek. Dekat mereka dengan bahasanya itu, maka dengan mudah ajaran-ajaran yang baik tentang adat dan tingkah lakunya, akan terserap dengan mudah pada perkembangan anak-kemenakan kita,” kata Mak Katik tersebut.
Lebih lanjut Direktur Promosi Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Undri juga menyebutkan, perkembangan teknologi yang pasti, tidak mungkin dilalui begitu saja. Sebaik-baiknya, teknologi menjadi pengiring untuk mencapai tujuan kebudayaan, termasuk penggiatan bahasa daerah.