Ditambah lagi, kata Dewi, pembelajaran tentang Bahasa dan Sastra Minangkabau di Sumbar memang belum merata di seluruh daerah. Tapi rata-rata daerah sudah mulai mengajukan untuk pelajaran Minangkabau dan ini nantinya diselaraskan dengan giat berbahasa Minangkabau tersebut.
“Daerah yang sudah ada itu adalah Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman dan Kota Padang. Daerah lain belum memiliki regulasi untuk pembelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau itu. Jadi ini juga yang akan kita dorong untuk daerah yang belum ini,” katanya.
Ke depannya, Balai Bahasa Sumbar berharap upaya revitalisasi bahasa daerah ini bisa terus dimaksimalkan sebagai langkah melestarikan kembali penggunaan bahasa daerah di Sumbar pada sasaran pendidikan. Kemudian dalam halnya pendidikan keluarga, kerja sama dan sosialisasi membiasakan bahasa daerah bisa disampaikan kepada setiap keluarga. Sebab, bahasa daerah ini bukan hanya menyoal keselarasan dan upaya merawat keberadaan bahasa sebagai sebuah kebudayaan saja. Lebih dari itu, keberadaan bahasa daerah sebagai identitas inti suatu kebudayaan. Bahasa memang tidak semenakutkan persoalan kemiskinan, kesehatan, pembangunan dan yang lainnya, tapi ini perihal menjaga identitas agar terus ada dan dapat beriringan dengan perkembangan zaman sebagai kuatnya identitas kebudayaan Sumbar, salah satunya melalui penggiatan bahasa daerah tersebut. (*)