PADANG, HARIANHALUAN.ID – Menyikapi permasalahan bahasa daerah yang mengkhawatirkan dalam penggunaannya saat ini, Balai Bahasa Provinsi Sumbar sendiri telah memulai dan menindaklanjuti dengan berbagai program dan kegiatan yang direalisasikan. Hal ini demi merawat kembali bahasa daerah sebagai bagian yang tidak bisa ditinggalkan.
Fitria Dewi selaku Koordinator KKLP Pemodernan dan Pelestarian Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Sumbar telah menggencarkan upaya tersebut melalui realisasi kegiatan, sistem pendidikan dan penguatan kerja sama di daerah-daerah. Andaipun tidak dapat menjangkau lebih dalam terhadap dasar persoalan, namun setidaknya upaya untuk mengenalkan atau mendekatkan bahasa daerah kepada generasi anak-anak dan muda telah digencarkan.
“Kita melakukan revitalisasi bahasa daerah ini dengan menyasar siswa SD dan SMP se-Sumbar. Karena sasaran ini kita anggap sebagai tunas muda. Salah satu upayanya itu dengan mengajarkan materi-materi berbahasa daerah di sekolah,” katanya kepada Haluan, Jumat (10/1).
Di tahun 2024 kemarin, jelas Dewi, Balai Bahasa Sumbar telah melibatkan sekitar 250-an guru se-Sumbar untuk menjadi guru utama dalam melatih bahasa daerah agar bisa diajarkan kepada anak muridnya. Pelibatan ini terdiri dari 205 guru untuk berbahasa Minang dan 51 guru untuk berbahasa Mentawai.
“Ada beberapa materi yang wajib kita berikan kepada guru untuk siswanya, di antaranya cerpen berbahasa daerah, menulis dan membaca pantun, berdendang, bercerita dan mendongeng, serta berpidato. Semua ini berbahasa daerah (Minang dan Mentawai). Jadi bahasa daerah tidak hanya menjadi bahasa yang digunakan di rumah dan lingkungan saja, tapi juga di sekolah sehingga bahasa daerah tidak menjadi bahasa yang dianggap tidak kekinian lagi,” ujarnya.
Selanjutnya puncak dari revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan ini, Balai Bahasa Sumbar juga menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) sebagai tolak ukur atas upaya revitalisasi bahasa daerah tersebut. FTBI ini telah digelar pada bulan Desember lalu dengan rangkaian kegiatan lomba pada materi-materi yang diajarkan kepada guru sebelumnya tersebut.
“Jadi guru yang kita berikan materi pelatihan kemarin kita uji pada FTBI ini sebagai tolak ukurnya. Ini juga mendapatkan dukungan yang besar dari dinas pendidikan masing-masing daerah se-Sumbar. Untuk revitalisasi yang puncaknya pada FTBI ini sudah dirancang sejak Maret lalu, mulai dari rakor bersama dinas pendidikan, bimtek materi dan puncaknya di FTBI ini,” ujar Dewi.
Dalam upaya revitalisasi bahasa daerah ini, lanjut Dewi, di samping realisasinya pada awal tahun kemarin, namun secara berkelanjutan Balai Bahasa Sumbar memonitoring secara aktif dan berkelanjutan melalui pemantauan langsung imbas terapan materi yang telah diberikan oleh guru kepada muridnya di sekolah.
Selain itu, dalam halnya upaya menyasar langsung keluarga, pihak Balai Bahasa Sumbar juga telah melakukan kerja sama dengan Bunda Literasi kabupaten/kota di Sumbar. Kerja sama ini lebih kepada ajakan melalui bunda literasi agar di setiap keluarga muda di daerahnya membiasakan berbahasa daerah di rumahnya kembali.
“Bersama bunda literasi ini kita mengajak membiasakan keluarga di rumah kembali berbahasa Minang dalam hal mendidik anaknya. Kita berharap ini bisa dibiasakan oleh para keluarga, khususnya keluarga muda,” katanya.
Meratakan Kembali di Tahun Ini
Meski upaya revitalisasi bahasa daerah ini mulai digerakkan tahun 2024 kemarin dan melihat performanya, Balai Bahasa Sumbar pada tahun 2025 ini tetap kembali pada upaya dan pola yang sama. Salah satunya pencapaian yang merata akan sasaran penerapan bahasa daerah di sekolah.
“Kita melihat antusiasme kemarin, jadi mungkin akan masih upaya merata kembali untuk target tahun ini. Kita melibatkan guru yang baru, bukan guru yang sebelumnya lagi. Kita berikan bimtek agar mereka selanjutnya bisa melanjutkan ke sekolah,” kata Fitria Dewi.
Ditambah lagi, kata Dewi, pembelajaran tentang Bahasa dan Sastra Minangkabau di Sumbar memang belum merata di seluruh daerah. Tapi rata-rata daerah sudah mulai mengajukan untuk pelajaran Minangkabau dan ini nantinya diselaraskan dengan giat berbahasa Minangkabau tersebut.
“Daerah yang sudah ada itu adalah Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman dan Kota Padang. Daerah lain belum memiliki regulasi untuk pembelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau itu. Jadi ini juga yang akan kita dorong untuk daerah yang belum ini,” katanya.
Ke depannya, Balai Bahasa Sumbar berharap upaya revitalisasi bahasa daerah ini bisa terus dimaksimalkan sebagai langkah melestarikan kembali penggunaan bahasa daerah di Sumbar pada sasaran pendidikan. Kemudian dalam halnya pendidikan keluarga, kerja sama dan sosialisasi membiasakan bahasa daerah bisa disampaikan kepada setiap keluarga. Sebab, bahasa daerah ini bukan hanya menyoal keselarasan dan upaya merawat keberadaan bahasa sebagai sebuah kebudayaan saja. Lebih dari itu, keberadaan bahasa daerah sebagai identitas inti suatu kebudayaan. Bahasa memang tidak semenakutkan persoalan kemiskinan, kesehatan, pembangunan dan yang lainnya, tapi ini perihal menjaga identitas agar terus ada dan dapat beriringan dengan perkembangan zaman sebagai kuatnya identitas kebudayaan Sumbar, salah satunya melalui penggiatan bahasa daerah tersebut. (*)