HARIANHALUAN.ID – Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Satu lagi tokoh senior Minangkabau dan putra terbaik bangsa berpulang ke haribaan-Nya. Diplomat kawakan dan ahli Hukum Laut Internasional, Prof. Dr. Hasjim Djalal wafat di RS Pondok Indah Jakarta, Ahad (12/1/25) pukul 16.30 dalam usia menjelang 91 tahun. Jenazah ayah kandung dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Dr. Dino Patti Djalal ini dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata dipimpin Menteri Luar Negeri RI Sugiono, Senin (13/1/2025).
Saya merasa beruntung sempat beberapa kali berinteraksi dengan Prof. Hasjim Djalal. Salah satu yang paling mengesankan adalah ketika selaku Tenaga Ahli Ketua DPD RI mengundang beliau untuk meminta masukan guna merancang Seminar Nasional tentang Poros Maritim akhir 2014 yang hendak dilaksanakan DPD RI bekerjasama dengan Pelindo II. Selain Pak Hasjim, kami juga mengundang Dirut Pelindo II R.J. Lino. Seminar ini dimaksudkan untuk membahas dan merespon konsep Poros Maritim yang digagas oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu program kabinetnya.
Sebagai moderator, waktu itu saya meminta Pak Hasjim untuk memberikan perspektif mengenai negara maritim. Saya mencatat dengan baik apa yang dikatakan Pak Hasjim. Menurut beliau, sebuah negara bisa disebut sebagai negara maritim apabila sebagian besar perekonomiannya disumbang oleh sektor maritim atau kelautan.
Lalu saya bertanya, apakah Indonesia Indonesia sudah bisa disebut negara maritim?
Sembari mengemukakan beberapa data, Pak Hasjim menjelaskan bahwa sumber dominan dalam perekonomian Indonesia ternyata adalah hasil tambang dan minyak sawit. Sementara dari sektor maritim atau kelautan masih sangat minim.
Dari perspektif itu, Pak Hasjim kemudian mengatakan bahwa Singapura dan Negeri Belanda adalah dua contoh negara maritim. Walaupun kedua negara itu memiliki panjang garis pantai dan luas lautan hanya seujung kuku dibandingkan yang dimiliki Indonesia, tetapi mereka bisa menjadikan sektor maritim seperti pelabuhan dan industri perkapalan sebagai sumber perekonomian yang dominan bagi negaranya.
Meskipun seminar itu, karena satu dan lain hal, tidak jadi dilaksanakan sebagaimana juga nasib konsep Poros Maritim yang tak jelas ujung pangkalnya, namun saya terkesan dengan penjelasan sederhana Prof. Hasjim Djalal tersebut. Kalau memiliki banyak pulau, Indonesia disebut negara kepulauan. Tetapi belum bisa disebut negara maritim, karena sektor maritim belum menyumbang banyak bagi perekonomian dan kemakmuran bangsa dan negara kita.
***
Prof. Hasjim Djalal adalah seorang diplomat senior dan ahli Hukum Laut Internasional generasi pertama Indonesia. Jasa terbesarnya adalah mewujudkan pengakuan dunia atas Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Sebagai diplomat karier, ia telah berkiprah sejak masa Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi dengan jabatan Duta Besar RI di PBB, Kanada, Jerman, hingga Duta Besar keliling di akhir pemerintahan Presiden Soeharto dan di masa Presiden Habibie.