Di samping itu, Raudah (34), seorang ibu yang saat itu sedang menunggu obat di poliklinik untuk anaknya yang dirujuk dari sebuah RS di Kota Solok ke RS M. Djamil karena keluhan (Gerakan Tutup Mulut) GTM parah yang mengakibatkan anaknya mengalami penurunan berat badan drastis. Sebagai peserta BPJS, dirinya mengeluh atas lambatnya pelayanan bagi pasien.
“Pelayanannya agak lambat, karena mungkin anak saya terdaftar sebagai pasien rujukan di Kota Solok sehingga perpindahannya agak lama. Saat mengurus dan menunggu antrian, saya mengeluh kepada petugas dan petugas tersebut mengarahkan saya untuk mengambil antrian secara online melalui aplikasi,” ujarnya.
Terkait penggunaan aplikasi tersebut, sambung Raudah, dirinya tidak menemukan solusi untuk meringkas proses pendaftaran sehingga ia menilai bahwa pendaftaran maupun mengurus administrasi pasien melalui aplikasi tidak tidak efisien karena tidak jauh berbeda dengan pendaftaran secara manual.
Di sisi lain, Danu (43) seorang ayah dari pasien pengidap penyakit tifus yang sudah selesai dikontrol tengah menunggu nama anaknya dipanggil untuk mengambil obat lanjutan di poliklinik. Saat diwawancara, Danu mengaku lebih mudah mengurus kontrol lanjutan secara langsung dibandingkan diurus melalui aplikasi.
“Sudah pernah saya coba memakai aplikasi yang disediakan oleh RS, tapi saya lebih memilih mengurus secara langsung karena lebih mudah dan lebih jelas menurut saya. Tidak apa-apa terkadang menunggu agak lama, tapi bisa langsung saya selesaikan secara tatap muka dengan pihak RS,” ujarnya.
Selain mendapatkan pelayanan yang cukup baik, ia juga bercerita bahwa dirinya pernah mendapatkan pengalaman kurang mengenakkan di RS tersebut. Beberapa waktu lalu, sambungnya, usai istrinya melahirkan dan akan dirujuk untuk pulang, Danu meminta kursi roda kepada nakes yang ada namun tidak direspon dengan baik.