PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ketidakpastian global dan buruknya iklim investasi dinilai dapat menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tahun ini.
Kehadiran Presiden dan kepala daerah baru diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk mendongkrak ekonomi Sumbar yang belum sepenuhnya pulih usai dihantam pandemi.
Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand), Endrizal Ridwan menyebut, masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Sumbar disebabkan oleh beberapa hal. Ia membagi menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Dari segi eksternal, ekonomi Sumbar tergantung dengan keadaan ekonomi dunia.
“Secara global, keadaan ekonomi masih lesu. Ini juga berkaitan dengan ketidakpastian global, terutama semenjak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump memiliki pendekatan yang berbeda dengan presiden sebelumnya. Di mana ia disinyalir agak keras dan cenderung meningkatkan uncertainty atau ketidakpastian,” ujarnya kepada Haluan, Kamis (16/1/2025).
Ketidakpastian tersebut mengakibatkan produk yang berasal dari mana pun terbilang lesu dan tidak mengalami pertumbuhan secara internasional, terutama produk yang diekspor oleh Sumbar.
“Misalnya seperti produksi sawit atau semen yang saat ini yang tengah mengalami oversupply di pasar domestik dan kabarnya di pasar internasional pun tidak menggembirakan. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumbar,” ujarnya.
Selain faktor-faktor tersebut, lesunya pertumbuhan ekonomi Sumbar juga disebabkan oleh faktor internal. Salah satunya seperti insentif masyarakat untuk berinvestasi di Sumbar dari segi infrastruktur. Faktor tersebut bisa dilihat melalui konektivitas Sumbar yang cenderung belum begitu menggembirakan.
“Sumbar, di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi daerah, memang sudah mulai menggeliat melalui pembangunan jalan tol sekian kilometer. Namun hal itu masih belum mampu menopang pertumbuhan ekonomi Sumbar, karena belum sampai ke pasarnya. Lantaran pembangunannya masih di sepanjang Padang-Sicincin,” ucapnya.