PADANG, HARIANHALUAN.ID- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Barat (Sumbar) mempertanyakan urgensi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Danau Singkarak.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto menegaskan, daripada membangun PLTS, pemerintah sebaiknya fokus melakukan langkah-langkah penyelamatan Danau Singkarak yang telah masuk daftar 15 danau yang masuk kedalam program Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
“WALHI belum melihat urgensi pembangunan PLTS di Danau Singkarak. Yang lebih urgen saat ini adalah langkah-langkah pemulihan danau Singkarak,” ujarnya kepada Haluan Selasa (21/1).
Wengki menuturkan, sejak keluarnya Perpres No 90 tahun 2021 tentang penyelamatan danau kritis prioritas nasional, termasuk Singkarak, nyaris tidak ada langkah penyelamatan konkrit yang telah dilakukan pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten.
Alih-alih menyelamatkan ekosistem danau Singkarak yang telah kritis, pemerintah kini justru ingin menambah beban lingkungan baru bagi Danau Singkarak dengan menghadirkan PLTS Terapung. Menurut Wengki, kehadiran PLTS memang adalah bagian dari transisi energi bersih. Tapi dalam prakteknya, proyek-proyek energi bersih kerap kali menjadi solusi palsu.
Sumbar bahkan pernah punya pengalaman buruk dengan gagalnya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Dalam banyak proyek transisi energi bersih, ucap Wengki, masyarakat hanya diuntungkan pada saat sebelum dan saat proses konstruksi pembangunan saja. Namun setelah itu, proyek itu akan menjadi beban yang akan menyengsarakan masyarakat.
Lebih lanjut, Walhi Sumbar juga menyoroti abainya penerapan prinsip FPIC atau Free Prior Informed Consent oleh pemerintah dalam banyak kasus masuknya investasi pembangunan besar di Sumatra Barat.
Termasuk dalam kasus rencana pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak. Prinsip ini, dinilai seringkali diabaikan oleh pemerintah dalam menjalankan agenda pembangunan. Pengabaian ini pada akhirnya menuai penolakan masyarakat sekitar terdampak yang pada akhirnya hanya akan menambah deretan panjang titik-titik konflik agra-ia di Sumbar.
Mega proyek yang dilakukan atas nama energi baru terbarukan itu, nyatanya sudah direkomendasikan Gubernur Mahyeldi ke pemerintah pusat kendati proses dialog dan sosialisasi belum pernah dilakukannya langsung ke masyarakat di tingkat tapak.
Pola-pola pengabaian prinsip FPIC dalam agenda pembangunan dan investasi yang sama, juga dilakukan Gubernur Mahyeldi pada kasus PSN Air Bangis yang menuai gelombang protes ribuan masyarakat di ibukota Provinsi beberapa waktu lalu.
“Air Bangis ditujukan untuk industri refinery dan petrochemical serta sarana pendukung bagi PT Abaco Pasifik Indonesia pada lahan seluas ± 30.000. Prinsip FPIC juga tidak berjalan disini. Tidak kurang, 20.000 jiwa terdampak akibat proyek ini. Jika proyek dilanjutkan, maka sekitar 20.000 ha hutan akan dikonversi menjadi kawasan industri. Menjadi ironi, masyarakat adat dan komunitas lokal di eksklusi dan masuk penjara atas nama hutan, namun hutan di eksklusi atas nama investasi,” tambahnya.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Walhi Sumbar Tomi Adam menambahkan, dari konteks lingkungan hidup kekinian, Danau Singkarak sebenarnya sudah punya dilema persoalan lingkungan hidup yang sangat serius sehingga masuk dalam salah satu danau kritis di Indonesia.
Rencana pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak, dikhawatirkan akan semakin menambah beban lingkungan hidup dan sosial bagi masyarakat yang bermukim di sekitaran danau vulkanik tersebut.
Apalagi, hingga saat ini masyarakat masih melancarkan penolakan. Situasi ini, harus dibaca dan disikapi pemerintah dengan serius. Sosialisasi yang dilakukan, harus benar-benar sampai kepada masyarakat terdampak.
Jangan sampai, ucap Tomi, sosialisasi pembangunan PLTS Terapung Singkarak, dilakukan seperti halnya sosialisasi berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah terbukti menuai respon penolakan keras dari masyarakat di berbagai daerah.
“Ketika sosialisasi dilakukan tidak melibatkan semua pihak, pasti akan muncul konflik sosial. Pada concern nya, Walhi meminta pemerintah memikirkan kembali rencana pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak,” tambahnya. (*)