Penundaan pemulihan oleh PLN memperburuk dampak lingkungan dan kesehatan akibat ada kontaminasi berkepanjangan. Apalagi FABA dikategorikan sebagai limbah beracun B3 pada 2017.
FABA dari PLTU Ombilin didapati menumpuk di lima titik, yaitu di Perambahan, PT. AIC seluas 10 hektare sebanyak 432.000 ton; di Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah, Nagari Talawi, Kecamatan Talawi; di Tandikek Bawah, Desa Sijantang seeluas 5 hektare sebanyak 200.000 ton; di samping stockpile batubara seluas 0,7 hektare; serta di lapangan hijau di belakang pool kendaraan seluas 1 hektare.
“Selain itu, majelis hakim juga mengabaikan fakta persidangan bahwa KLHK terlambat menyetujui dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH),” katanya.
Ia menuturkan, RPFLH pertama disetujui di titik TPS stockpile pada 11 Oktober 2020. RPFLH di Tandikek Bawah dan Kumanis (Gugak Rangguang) disetujui pada 26 Juli 2023 atau 4 tahun setelah sanksi administratif seharusnya dipatuhi PLN.
Berdasarkan RPFLH, kontaminan di titik-titik kontaminasi mencakup Berilium (Be), Boron (B), Kromium Valensi 6 (Cr6+), Seng (Zn), Molibdenum (Mo), Merkuri (Hg), dan Timbal (Pb).
“Hasil uji lab yang dilakukan oleh LBH Padang atas sampel paparan abu terbang (fly ash) di rumah warga menunjukkan sekitar 40 persen sampai 60 persen abu terbang berasal dari bahan sisa pembakaran batubara,” ujarnya.