PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan LBH Padang, yang menuntut agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan pembekuan atau pencabutan izin lingkungan terhadap PLTU Ombilin, lewat Putusan Nomor: 211/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai, putusan tersebut menyiratkan bahwa hakim mengabaikan fakta terjadinya pencemaran limbah fly ash & bottom Ash (FABA) dari PLTU Ombilin yang telah memaksa masyarakat Desa Sijantang Koto, Kecamatan Tawali, Kabupaten Sawahlunto menghirup udara kotor setiap hari.
“Selain itu, hakim juga tidak menyadari urgensi tanggung jawab KLHK untuk memperketat pengawasan dan menindak tegas PLN atas pemulihan lingkungan yang seharusnya diselesaikan PLTU Ombilin pada 2019,” ujar Kuasa Hukum LBH Padang, Adrizal, Rabu (22/1).
Menurut Adrizal, putusan ini telah memperkuat pembiaran atas ketidaktaatan PLTU Ombilin dalam menjalankan sanksi dan kewajiban-kewajibannya. Putusan ini juga memperkuat kesempatan bagi PLTU Ombilin selaku pencemar untuk menyalahgunakan lemahnya penataan dan pengawasan.
“Sedangkan masyarakat terus dibebani dengan ‘ongkos’ kesehatan yang berkepanjangan. Pada putusannya, majelis hakim tidak mempertimbangkan efek pencemaran dan kontaminasi terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ucapnya.
Seharusnya, sejak awal KLHK menjatuhkan sanksi pembekuan dan pencabutan izin terhadap PLTU Ombilin. Namun demikian, Majelis Hakim PTUN Jakarta malah menolak gugatan LBH Padang dengan alasan yang menurutnya cukup aneh.
LBH Padang dinilai bukan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan, sehingga tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara (TUN) a quo terhadap KLHK yang memberikan persetujuan untuk memperpanjang pemenuhan lingkungan PLTU Ombilin.
“Alasan legal standing itu merupakan pertimbangan yang keliru dari majelis hakim. Dalam pasal 1 angka (15) Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 dan pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015, LBH Padang merupakan warga masyarakat yang berbadan hukum perdata dan terkait dengan keputusan dan/atau tindakan,” tuturnya.
Atas dasar itu, LBH Padang mempunyai kepentingan dalam mengajukan gugatan di PTUN Jakarta. Hal ini juga selaras dengan gugatan yang pernah diputus oleh PTUN Padang dan telah berkekuatan hukum melalui Putusan Nomor 2/P/FP/2017/PTUN.PDG.
“Majelis hakim tidak mencerna substansi gugatan secara komprehensif karena yang menjadi objek gugatan dalam gugatan a quo bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang dimuat dalam pertimbangan putusan. Melainkan tindakan faktual dari KLHK yang tidak melakukan perbuatan konkret berupa pembekuan ataupun pencabutan izin dari PLTU Ombilin. Sehingga, alasan menolak gugatan tidak relevan,” ujar Adrizal.
Duduk Perkara Gugatan Terhadap KLHK
Adrizal menjelaskan sebelumnya pada 20 Juni 2024 , LBH Padang melayangkan gugatan kepada KLHK di PTUN Jakarta. Gugatan itu disampaikan karena KLHK tidak kunjung menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan kepada PLTU Ombilin melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.5550/MENLHK-PHLHK/PPSA/GKM.0/0/2018 Tahun 2018 atas pencemaran lingkungan yang dilakukan serta pelanggaran berat berupa rusaknya cerobong diesel dan firefighting serta kontaminasi FABA di beberapa titik di Desa Sijantang Koto.
PLN sebagai pengelola PLTU Ombilin, baru memulai pemulihan kontaminasi lima bulan selang gugatan dilayangkan oleh LBH Padang. Padahal PLTU Ombilin seharusnya selesai melakukan pemulihan lingkungan pada 2 Maret 2019.
Penundaan pemulihan oleh PLN memperburuk dampak lingkungan dan kesehatan akibat ada kontaminasi berkepanjangan. Apalagi FABA dikategorikan sebagai limbah beracun B3 pada 2017.
FABA dari PLTU Ombilin didapati menumpuk di lima titik, yaitu di Perambahan, PT. AIC seluas 10 hektare sebanyak 432.000 ton; di Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah, Nagari Talawi, Kecamatan Talawi; di Tandikek Bawah, Desa Sijantang seeluas 5 hektare sebanyak 200.000 ton; di samping stockpile batubara seluas 0,7 hektare; serta di lapangan hijau di belakang pool kendaraan seluas 1 hektare.
“Selain itu, majelis hakim juga mengabaikan fakta persidangan bahwa KLHK terlambat menyetujui dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH),” katanya.
Ia menuturkan, RPFLH pertama disetujui di titik TPS stockpile pada 11 Oktober 2020. RPFLH di Tandikek Bawah dan Kumanis (Gugak Rangguang) disetujui pada 26 Juli 2023 atau 4 tahun setelah sanksi administratif seharusnya dipatuhi PLN.
Berdasarkan RPFLH, kontaminan di titik-titik kontaminasi mencakup Berilium (Be), Boron (B), Kromium Valensi 6 (Cr6+), Seng (Zn), Molibdenum (Mo), Merkuri (Hg), dan Timbal (Pb).
“Hasil uji lab yang dilakukan oleh LBH Padang atas sampel paparan abu terbang (fly ash) di rumah warga menunjukkan sekitar 40 persen sampai 60 persen abu terbang berasal dari bahan sisa pembakaran batubara,” ujarnya.
Hasil uji total konsentrasi FABA juga menemukan kandungan Boron yang melebihi standar konsentrasi pada sampel abu. Paparan Boron pada tingkat yang tinggi dapat memicu berbagai penyakit dan gangguan kesehatan.
“Seperti toksisitas perkembangan ukuran janin yang berkurang, kematian prenatal, anomali pada sistem saraf pusat, iritasi mata, gangguan kardiovaskular, sistem kekebalan tubuh terganggu, dan peradangan usus,” ucapnya.
Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri mengatakan, hasil pengujian air tanah menunjukkan pelampauan kontaminasi Mangan pada dua sumur warga dekat titik penumpukan FABA PLTU Ombilin.
Pelampauan itu berkisar 29 sampai dengan 100 kali lipat dari standar air minum layak yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2023. Sehingga, PLTU Ombilin telah terbukti menyebabkan lingkungan tercemar serta mengganggu kesehatan pernafasan anak-anak di sekitar wilayah operasi.
“Pembiaran atas pencemaran hingga tertutupnya data seperti terkait pemantauan emisi adalah pola berulang yang sering terjadi di PLTU tua, seperti PLTU Ombilin dan PLTU Suralaya yang sudah selayaknya dipensiunkan,” ujarnya.
Novita menekankan, PLTU tua seperti halnya PLTU Ombilin tidak hanya akan memperpanjang beban derita masyarakat, namun juga akan menjadi batu sandungan bagi upaya pencapaian Indonesia mengurangi emisi dan mengatasi dampak krisis iklim yang sudah terjadi di depan mata.
KLHK, ujarnya, memiliki tanggung jawab untuk mengawasi PLTU Ombilin yang seharusnya menjalankan sanksi secara serius. Negara harusnya hadir serta bertanggung jawab, begitu pula dengan hakim dari PTUN Jakarta.
“Kami akan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Poin utama yang akan dilakukan adalah mendorong terjadinya pemulihan lingkungan, penegakkan hukum dan memberikan ruang bagi masyarakat Sijantang Koto melakukan mitigasi,” katanya.
Pencemaran dan Masalah Kesehatan Warga
Berdasarkan pemantauan LBH Padang, PLTU Ombilin juga diduga telah melakukan beberapa pelanggaran berulang, yaitu pada Februari 2019, November 2019, 6 November 2022, 4 Mei 2023, dan 17-19 Juli 2023.
Pada waktu-waktu tersebut, terjadi pencemaran udara dari cerobong emisi PLTU. Sisa abu yang menggunung di PLTU Ombilin bertebaran di pemukiman masyarakat Desa Sijantang Koto terjadi hingga November 2019.
Selain itu, polusi abu dari truk pengangkut batubara saat proses keluar masuk PLTU juga kerap menjadi masalah yang tak kunjung ditanggulangi PLN di samping kondisi startup PLTU yang menimbulkan bunyi bising hingga ke pemukiman warga sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2024. Salah satunya pada tanggal 16 Mei 2024.
Pelanggaran yang terjadi berulang kali mengindikasikan minimnya tanggung jawab dan pengawasan yang serius dari PLN dan pemerintah. Apalagi kontaminasi limbah akibat keberadaan PLTU Ombilin telah terbukti membawa dampak kesehatan bagi warga di sekitar.
Masalah Kesehatan Hantui Siswa SD 19 Sijantang Koto
Dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak SD 19 Sijantang Koto pada Desember 2016-Januari 2017 ditemukan, pada Januari lebih dari 50 murid kelas III dan IV mengalami gangguan fungsi paru.
Dari jumlah tersebut sebanyak 34 (76 persen) murid mengalami obstruksi ringan dan 34 (76 persen) murid lainnya mengalami paru bronchitis kronis dan TB paru. Dari pemeriksaan itu juga ditemukan adanya hubungan penurunan fungsi paru dan kelainan pada foto toraks dengan jarak tempat tinggal yang paling dekat 1 kilometer.
Hal ini juga terjadi pada kondisi murid yang keluar rumah tanpa memakai masker. Pada periode Desember tahun 2017 masyarakat di sekitar PLTU melakukan pengecekan kesehatan terhadap 53 orang murid kelas IV dan V.
Saat itu ditemukan 40 anak dalam kondisi fisik yang normal, 10 anak mengalami kondisi fisik abnormal. Analisis hasil foto toraks tersebut mengungkap bahwa 66 persen siswa SD sudah mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan saat itu dilakukan oleh dr. Ardianof, SpP dan dibantu oleh petugas kesehatan pengecekan kesehatan PLTU Ombilin bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (*)