PADANG, HARIANHALUAN.ID- Pemangkasan anggaran perjalanan dinas yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam rangka penghematan APBN 2025 diperkirakan akan berdampak besar pada sektor pariwisata dan ekonomi daerah.
Beberapa ahli ekonomi dan pengusaha mengungkapkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk kondisi industri yang selama ini mengandalkan pengeluaran pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Ronny P. Sasmita, analis Senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, berpendapat, “Pemangkasan anggaran perjalanan dinas akan berdampak besar pada sektor pariwisata, karena perjalanan dinas pemerintah adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi hotel dan restoran.”
Sasmita mengingatkan bahwa kebijakan serupa pernah diterapkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa lalu, di mana anggaran perjalanan dinas dipangkas hingga 50 persen.
Meskipun tujuannya adalah efisiensi anggaran, kebijakan tersebut menuai protes dari pengusaha, terutama dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Akhirnya, kebijakan itu dihentikan setelah hanya bertahan satu tahun karena dampak negatif yang dirasakan oleh industri terkait.
“Ketika anggaran perjalanan dinas dipangkas, maka dampaknya langsung terasa pada sektor pariwisata yang tergantung pada pengeluaran pemerintah untuk transportasi, penginapan, dan restoran,” ujar Sasmita.
Kebijakan penghematan kali ini berpotensi mengulang masalah yang sama, dengan dampak yang lebih signifikan mengingat sektor pariwisata Indonesia masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi.
“Kami khawatir sektor pariwisata yang baru mulai pulih akan kembali terpuruk jika kebijakan ini dilanjutkan,” kata Ketua PHRI, yang juga turut menanggapi kebijakan tersebut.
Selain itu, Sasmita memperkirakan bahwa sektor pariwisata domestik, yang selama ini juga didorong oleh perjalanan dinas, akan kehilangan sebagian besar pasarnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang mendukung pariwisata domestik untuk mengimbangi kerugian yang akan dialami oleh sektor tersebut.
“Jika pemerintah fokus pada mendatangkan lebih banyak wisatawan domestik, mungkin kita bisa mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini,” imbuhnya.
Peneliti lainnya, Yusuf Rendy Manilet dari CORE Indonesia, juga sepakat bahwa pemangkasan anggaran perjalanan dinas akan merugikan industri pariwisata.
Menurutnya, pemangkasan ini akan berdampak langsung pada pendapatan hotel, restoran, dan transportasi yang bergantung pada kegiatan perjalanan dinas dari pejabat pemerintah.
“Kebijakan ini bisa memukul sektor-sektor yang selama ini sangat bergantung pada pengeluaran pemerintah, seperti perhotelan dan restoran,” kata Manilet.
Di sisi lain, Manilet berharap pemerintah bisa merancang kebijakan yang lebih inklusif untuk mendorong kunjungan wisatawan domestik dan internasional agar sektor pariwisata tetap bergerak meskipun ada pengurangan belanja perjalanan dinas.
“Untuk menjaga sektor pariwisata tetap tumbuh, pemerintah perlu mendorong kebijakan yang mendukung pariwisata domestik dan internasional,” ujarnya. (*)