Langkah itu lebih bijak karena pada gilirannya nanti kendaraan akan parkir di atas jembatan dalam waktu lama. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap aspek ketahanan konstruksi jembatan untuk jangka panjang. “Jika itu dibiarkan, fungsi jalan akan hilang. Orang akan dengan seenaknya berhenti di tengah jalan atau bahkan akan muncul PKL, sehingga fungsi jalan tidak berjalan,” ucapnya.
Yostrizal juga mengingatkan, struktur jalan dan jembatan yang dibangun bersisian langsung dengan Samudera Hindia ini harus benar-benar memperhatikan aspek mitigasi bencana. Khususnya dalam menghadapi potensi bencana gempa dan tsunami, jalan dan jembatan yang akan dibangun harus menjadi jalur evakuasi darurat bagi wisatawan jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
“Selain itu, konstruksi jembatan juga harus kuat untuk menghadang gelombang tsunami yang sewaktu-waktu bisa saja menerjang. Kalau gelombang tsunami tinggi, jalan dan jembatan jangan sampai roboh,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Pakar Transportasi Universitas Andalas (Unand), Yossyafra. Ia menilai, pembangunan jalan lintas pantai barat Kota Padang itu akan berdampak positif bagi sektor perekonomian Sumbar.
“Ketika ada rencana Pemprov melanjutkan pembangunan itu, maka berarti akan ada signifikansi keuntungan yang didapat dari kelancaran pergerakan barang, orang, dan jasa di kawasan itu,” ujarnya.
Secara garis besar, ada sejumlah alasan yang mendasari pembangunan jalan tersebut, mulai dari segi kebutuhan transportasi hingga alasan perlunya pengembangan wilayah dan kawasan. Dengan adanya pembangunan ruas jalan Teluk Bayur-BIM, secara otomatis kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di sepanjang Jalan Hamka akan berkurang.