JAKARTA, HARIANHALUAN.ID — Dewan Pers menyatakan, penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam karya jurnalistik harus mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Hal ini tertuang dalam Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik yang baru-baru ini diterbitkan Dewan Pers.
Anggota Tim Perumus Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik, Abdul Manan mengungkapkan bahwa pemanfaatan AI memiliki potensi untuk melanggar KEJ apabila penggunaannya tidak sesuai dengan pedoman. “Dalam pedoman ini juga dijelaskan kalau penggunaan AI harus sesuai KEJ. Potensi yang bisa melanggar kode etik dijelaskan dalam pasal 2,” katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (24/1).
Oleh karena itu, penggunaan AI tetap harus dikontrol oleh manusia. Pengontrolan itu harus dilakukan dari tahap pencarian ide, memproduksi karya jurnalistik, hingga mempublikasikan hasil jurnalistik. Artinya, otomasisasi dalam memproduksi karya jurnalistik harus dihindari.
“Dengan kata, jangan sampai ada proses jurnalistik, dari idenya saja sudah menggunakan AI, kan sekarang ide cari berita lihat tren, Google Chartbeat, Google Analytics. Terus begitu menulis pakai ChatGPT, lalu di CMS diproses otomatis dan dipublikasi secara otomatis,” ujar Manan.
Menurutnya, sentuhan manusia tetap harus ada dalam produksi karya jurnalistik, terutama dalam proses penerbitan. Pasalnya, perusahaan pers tetap bertanggung jawab atas karya jurnalistik yang diterbitkan.
Untuk itu, perusahaan pers tetap harus memastikan kredibilitas, akurasi, dan kebenaran, informasi yang didapatkan dari pemanfaatan AI. Silakan gunakan AI, tapi pastikan informasi itu bisa diuji kebenarannya dan akurat.
“Jadi, mau pakai AI atau tidak, media yang bertanggung jawab. Jadi tidak ada alasan menggunakan ChatGPT. Itu tidak melindungi wartawan dan media untuk terbebas dari pelanggaran kode etik,” katanya.
Diketahui, dalam pasal 2 Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik disebutkan: (1) Karya jurnalistik yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan berpedoman kepada KEJ; (2) Penggunaan kecerdasan buatan untuk karya jurnalistik harus ada kontrol manusia dari awal hingga akhir; (3) Perusahaan pers bertanggung jawab atas karya jurnalistik yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan; (4) Perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan menyebut sumber asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik.
Sementara itu, dalam pasal 3 disebutkan: (1) Perusahaan pers selalu memeriksa akurasi dan memverifikasi data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang didapatkan melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan; (2) Pemeriksaan akurasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan teknologi dan/atau konfirmasi kepada pihak yang berkompeten; (3) Perusahaan pers bersikap hati-hati memperlakukan data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang dihasilkan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan agar tetap menghormati ketentuan tentang hak cipta dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Lalu, (4) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak didasari iktikad buruk dan menghindari hal-hal yang berbau cabul, bohong, fitnah, atau sadisme; (5) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak menyiarkan hal-hal yang bersifat diskriminasi terhadap SARA, jenis kelamin, warna kulit, bahasa, kondisi ekonomi, maupun penyandang disabilitas.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menjelaskan proses penyusunan pedoman ini telah dilakukan sejak April 2024, melalui pembentukan satuan tugas yang terdiri dari perwakilan internal, perwakilan konstituen dan tim perumus.
“Pedoman ini telah dinantikan oleh seluruh insan pers. Semoga melalui pedoman ini, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan di ranah jurnalistik nantinya dapat membantu mempercepat proses jurnalistik dan meningkatkan efisiensi kerja,” kata Ninik.
Dalam prosesnya, penyusunan pedoman tersebut juga menyerap masukan beberapa media dan konstituen yang telah menerapkan penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistiknya, serta mempertimbangkan masukan dari pakar di bidang kecerdasan buatan.
Selain itu, pedoman tersebut juga telah menempuh uji publik yang melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk dari Mahkamah Agung (MA). “Namun, tetap diperlukan kontrol dan prinsip etika yang ketat agar AI tidak merusak nilai-nilai fundamental jurnalistik, seperti keakuratan, keadilan, dan independensi,” katanya.
Adapun pedoman tersebut diterbitkan melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/I/2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan Dalam Karya Jurnalistik Dewan Pers. Pedoman ini terdiri dari 8 Bab dan 10 Pasal, mencakup ketentuan umum, prinsip Dasar, teknologi, publikasi, komersialisasi, perlindungan, penyelesaian sengketa, dan ketentuan penutup. (*)