JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, menyoroti pentingnya pendekatan khusus dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bagi tanah ulayat di Sumatra Barat (Sumbar).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Gedung Senayan, Kamis (30/1), Rahmat menilai langkah yang diambil Menteri ATR/BPN sebagai terobosan positif dalam percepatan sertifikasi tanah.
Rahmat Salah mengatakan, terobosan yang dilakukan oleh Nusron sebagai langkah yang aktif dan tepat. Namun, mengingat tanah ulayat di Sumbar memiliki karakteristik unik yang tidak bisa disamakan dengan tanah individu atau tanah negara.
Di Sumbar, kata Rahmat Saleh, keunikan sendiri terkait kearifan lokal, ninik mamak, dan tanah ulayat harus menjadi pertimbangan tersendiri. Oleh karena itu, ia mendorong kebijakan yang lebih sensitif terhadap aspek sosial dan budaya masyarakat setempat.
“Kita banyak apresiasi ini kepada Pak Menteri, luar biasa. Sudah menyuguhkan data dengan gamblang, jadi bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan publik, terutama yang tengah menjadi perbincangan oleh masyarakat,” kata Rahmat.
Hal ini menurutnya sejalan dengan program Asta Cita yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam target di tahun 2025. “Ada 126 juta Bidang PTSL yang menjadi target kita (tahun 2025) untuk disertifikatkan, dan ini menjadi kerja keras kita bersama, sesuai juga dengan Asta Cita pak Prabowo,” katanya.
Menurutnya, pertimbangan itu dengan menggunakan kebijakan-kebijakan tertentu, terutama pendekatan berbeda kepada masyarakat. “Pendekatannya yang bisa kita lakukan bersama (ini sangat penting) mengingat adanya kearifan lokal yang tak bisa kita pinggirkan,” katanya lagi.
Pendekatan khusus ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran aktif kepada masyarakat, terutama yang bersinggungan dengan tanah ulayat. Selain itu, ia berharap dengan pendekatan akan memberikan efek positif yang sangat terasa kepada masyarakat tersebut.
“Dengan demikian, program kita ini bakal membawa efek positif terhadap status lahan masyarakat dengan kearifan lokal, seperti yang ada di Sumbar,” ucapnya. (*)