PADANG,HARIANHALUAN.ID– Seorang wanita muda asal Kabupaten Agam, berinisial G, resmi melaporkan oknum polisi berinisial RA kepada Polda Sumbar atas dugaan kasus pemaksaan aborsi pada Sabtu (1/2/2024).
Kasus itu bermula usai G dan RA menjalin hubungan asmara. Dari kisah percintaan itu, wanita muda berusia 25 tahun itu akhirnya hamil. RA yang tidak mau bertanggung jawab akhirnya memaksa kekasihnya menggugurkan kandungan.
“Hari ini kami melaporkan tindak pidana yang dialami korban. Ia dipaksa aborsi oleh pasangannya yang saat itu berdinas di Polda Sumbar dan kini bertugas di Polres Limapuluh Kota,” ujar kuasa hukum G, Muhammad Tito kepada awak media usai melapor di SPKT Mapolda Sumbar.
Menurut Tito, selain menempuh jalur peradilan pidana. Ia juga memastikan bahwa kasus itu juga akan diteruskan kepada Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) lantaran terduga pelaku adalah anggota polisi aktif.
Terkait kronologi kasus, Tito mengungkapkan bahwa kliennya diketahui hamil usai berhubungan badan dengan RA. Atas paksaan oknum polisi tersebut, G sempat mencoba menghilangkan janin yang ada di kandungannya.
“Korban dipaksa meminum obat-obatan yang diberikan. Sekarang kesehatan korban terganggu. Berkemungkinan korban akan kesulitan untuk mempunyai keturunan untuk seterusnya,” ucapnya.
Sebagai informasi, G yang berdomisili di Dharmasraya juga tengah mengidap kista rahim akibat aborsi yang dilakukannya. Semenjak aborsi, kondisi kesehatan G yang juga merupakan anak yatim ini terus menurun.
G juga merasa ada intimidasi oleh RA agar tidak bercerita kepada siapapun agar karirnya sebagai anggota polisi aktif tidak terancam akibat kasus ini.
Namun demikian G akhirnya memilih memberanikan diri untuk bercerita lantaran sudah tak kuasa menahan beban dan berharap ada keadilan atas apa yang menimpanya.
G juga memperlihatkan foto bukti berupa obat aborsi, tagihan rumah sakit saat menjalani aborsi dan dokumen lainnya.
Dalam kesaksian G, kasus ini bermula ketika ia berkenalan dengan RA pada Februari 2024. la bersama RA kemudian menjalin hubungan namun tidak berpacaran.
Hubungan tersebut berlanjut hingga pada Mei 2024 G mengetahui dirinya hamil. G menyampaikan kehamilannya itu kepada RA dan memintanya untuk ikut bertanggung jawab.
“Namun dia tidak bersedia dan meminta untuk digugurkan. Saya sampaikan ingin merawat (bayi jika lahir) namun dia bilang tidak akan pernah melihatnya,” ujar G lirih.
G bilang RA terus memaksanya untuk aborsi. la kebingungan dan akhirnya mengikuti keinginan RA, meskipun separuh hati. Awalnya RA memberi G lima jenis obat dan dua botol jamu.
“Dipaksa minum obat dan jamu itu, minumnya harus dilihat melalui video call. karena cemas dengan dampaknya, tidak semua obat saya minum,” terangnya.
Selang beberapa waktu, G memberanikan diri memeriksa kehamilannya ke dokter. Hasilnya, janin tidak berkembang dan dokter menyarankan dikeluarkan.
Menurut G, RA mengurus seluruh keperluan kuret disalah satu rumah sakit swasta di Padang pada Juli 2024.
“Sebelum aborsi itu kami telah membuat perjanjian bahwa dia bertanggung jawab sampai ia sembuh dan tidak saling memviralkan kejadian ini,” katanya.
Namun menurut G, RA melanggar perjanjian itu lantaran menghilang begitu saja padahal ia belum sembuh total, bahkan divonis kista akibat aborsi itu. Tidak terima dengan sikap RA yang lari dari tanggung jawab, G akhirnya resmi melaporkan kasus ini ke Polda Sumbar. (*).