Jika kekacauan dan kerusakan akibat lemahnya penegakan sistem hukum dan perundang-undangan itu berlarut-larut, kecenderungan itu akan menjelma menjadi sebuah proses yang menjerumuskan sebuah sebuah komunitas ke dalam perangkap kegagalan. Dengan begitu, menjadi sangat relevan untuk lebih dalam memaknai ungkapan presiden tentang “negara gagal” serta ungkapan “tentara dan polisi gagal”.
Presiden menegaskan bahwa TNI dan Polri adalah dua institusi yang mewujudnyatakan kehadiran negara, penegak kedaulatan, dan wujud nyata dari eksistensi negara. Untuk alasan itulah Presiden merasa perlu mengingatkan ungkapan tentang negara gagal. “Ciri khas negara yang gagal adalah tentara dan polisi yang gagal,” kata Presiden. Kepada peserta Rapim TNI-Polri itu, Presiden kemudian juga menegaskan, “Saudara-saudara harus tahu, kalau sebuah negara hendak dihancurkan, siap-siap, lawan akan memperlemah tentara, polisi, dan intelijen.”
Dengan penegasan Presiden seperti itu, menjadi jelas bahwa relevansi tentang kepatuhan dan penghormatan kepada sistem hukum dan perundang-undangan sebagai unsur tak terpisah pada aspek ketahanan nasional. Maka, dari pengarahan di forum Rapim TNI-Polri itu, patut untuk dimaknai bahwa Presiden Prabowo selaku Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah memanggil dan mendorong seluruh elemen masyarakat, bersama TNI, Polri dan BIN, untuk terus memperkuat keseluruhan aspek pondasi ketahanan nasional.
Efektivitas ketahanan negara-bangsa harus tercermin pada kemampuannya merespons dan mengeliminasi segala bentuk rongrongan yang berpotensi memperlemah kedaulatan dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Presiden mengapresiasi semua unsur TNI dan Polri yang telah bekerja keras menjaga kedaulatan dan menjaga keamanan, dengan segala kekurangan. Memahami apa yang dihadapi semua institusi, Presiden berujar, “Suatu organisasi, suatu institusi yang terdiri dari ratusan ribu orang tidak mudah untuk dibina, tidak mudah untuk dikendalikan.”
Sudah barang tentu materi pengarahan Presiden tersebut diarahkan kepada semua institusi negara sebagai pembantu Presiden yang melaksanakan semua peraturan perundang-undangan serta berbagai ketentuan hukum. Secara tidak langsung, presiden memastikan bahwa kepatuhan pada sistem hukum dan perundang-undangan akan memperkokoh ketahanan nasional. Sebaliknya, ketahanan nasional akan melemah jika tingkat kepatuhan dan penghormatan terhadap sistem hukum, UU serta peraturan pelaksanaannya berada pada titik terendah. Dalam konteks itu, Presiden berharap institusi negara pun patuh dan tidak kompromistis dalam melaksanakan UU serta ketentuan hukum lainnya.
Rangkaian materi pengarahan oleh Presiden itu tentu saja berpijak pada realitas Indonesia hari-hari ini, yang ditandai oleh melemahnya ketahanan nasional di berbagai sektor, utamanya sektor ekonomi dan penegakan hukum. Presiden telah berupaya membangun kembali ketahanan ekonomi nasional dari puing-puing kehancuran puluhan juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dari sekitar 65,5 juta unit UMKM, tak kurang dari 48,6 persen telah dinyatakan bangkrut akibat tekanan bertubi-tubi oleh faktor eksternal. Konsekuensinya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berkelanjutan tak terhindarkan.