PADANG, HARIANHALUAN.id—Sejak tahun 2021 hingga 2024, BP Tapera telah menyalurkan KPR subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Tapera senilai Rp76,04 triliun untuk pembangunan sebanyak 655.300 unit rumah.
Demikian dikatakan Heru Pudyo Nugroho, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dalam kegiatan Mandiri Investment Forum di Jakarta, Selasa (11/1).
BP Tapera adalah lembaga yang mengelola tabungan perumahan rakyat dengan tujuan memberikan akses kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembiayaan yang berkelanjutan.
BP Tapera dikatakan Heru terus mempercepat realisasi Program 3 Juta Rumah (3MHP) sebagai solusi mengatasi backlog atau kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dikatakannya Indonesia masih menghadapi backlog perumahan, 9,9 juta rumah tangga tidak memiliki rumah, 26,9 juta rumah tangga tinggal di rumah tidak layak dan sebagian besar backlog dialami oleh masyarakat berpenghasilan rendah 83-86 persen.
“Program 3 Juta Rumah (3MHP) ini tidak hanya bertujuan menyediakan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Program ini mendukung misi nasional dengan beberapa manfaat antara lain diperkirakan membuka 13,8 juta lapangan kerja di sektor perumahan.
Juga untuk mengentaskan kemiskinan dengan membangun atau merenovasi rumah bagi masyarakat di pedesaan serta bantuan menyediakan rumah bagi masyarakat terdampak bencana.
Ia menambahkan kontribusi sektor perumahan terhadap ekonomi mampu menyumbang 14-16 persen dari PDB (sekitar Rp2.349 – 2.865 triliun per tahun).
Kemudian sektor perumahan juga berkontribusi sebesar 9,3 persen terhadap pajak pusat dan 31,9 persen terhadap pendapatan daerah,” tambah Heru lagi.
Tantangan pembiayaan perumahan dikatakannya adalah masalah kesenjangan pembiayaan. Rata-rata hanya 223.500 unit rumah bersubsidi yang dapat dibiayai setiap tahun, sementara kebutuhan jauh lebih besar.
Pekerja informal (58 persen dari tenaga kerja Indonesia) sulit mendapatkan akses KPR bersubsidi (hanya 11-12 persen yang tersalurkan ke segmen ini).
“Pasokan rumah terjangkau juga masih sangat terbatas hanya 447.000 unit per tahun, dan kekurangan hunian vertikal di perkotaan,” terangnya lagi.
Untuk menjawab tantangan ini, BP Tapera bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem pembiayaan perumahan.
“Beberapa langkah strategis yang dilakukan antara lain meningkatkan likuiditas pendanaan melalui penerbitan obligasi dan sekuritisasi aset,” tambahnya lagi.
Kemudian bermitra dengan perbankan dan investor untuk memperluas akses pembiayaan rumah. Serta mengoptimalkan sumber pendanaan dari Tapera, APBN, serta kontribusi sektor swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
BP Tapera berkomitmen untuk terus memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk pekerja informal seperti pedagang kaki lima dan pengemudi ojek daring.
Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, Program 3 Juta Rumah diharapkan menjadi solusi nyata bagi krisis perumahan di Indonesia sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. (h/ita)