Padahal, yang terverifikasi Dewan Pers, jumlahnya baru 28.963 wartawan. Sebanyak 18.867 wartawan muda, 5.449 wartawan madya dan sisanya atau 4.647 wartawan utama. Itulah potret dan data ekosistem media di Indonesia hari ini.
Termasuk di Sumatera Barat. Mitra, pejabat dan figur publik, tidak terlalu butuh lagi dengan media. Nyaris masing-masing mereka, baik institusi maupun perseorangan, punya tim media, punya media sosial, bahkan punya media online. Karenanya jangan heran, ada daerah dan lembaga yang terang-terangan memutus langganan dan kerja sama dengan media, khususnya media cetak.
Terakhir, tekanan terhadap pers, media dan wartawan datang lagi dengan adanya kebijakan pengetatan anggaran dari pusat sampai ke daerah. Salah satu sumber yang dibatasi itu adalah belanja pencetakan dan publikasi. Maka, lengkaplah sudah ‘pukulan’ untuk media.
Patut diduga, menghadapi ‘pukulan’ bertubitubi itu, secara internal pers hari ini mengalami pergolakan yang sangat serius dari dalam. Terutama pergulatan antara idealisme di satu sisi, dan bisnis di sisi lain. Atau kepentingan publik di satu sisi, dan mempertahankan daya hidup di sisi lain.
Tantangan berat pers hari ini dan ke depan, sudah diprediksi oleh Dewan Pers di penghujung 2024 lalu. Dalam siaran pers akhir tahun Dewan Pers per tanggal 31 Desember 2024, dengan sangat gamblang disebutkan. “Awan kelabu menaungi kehidupan pers nasional sepanjang tahun 2024. Setelah dua tahun sebelumnya beberapa media cetak skala besar berhenti melayani pembaca, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap insan pers di beberapa platform media lainnya juga terus terjadi. Sepanjang 2023 dan 2024, tak kurang dari 1.200 karyawan perusahaan pers termasuk jurnalis harus menjalani PHK. Iklim usaha industri pers memang sedang tidak dalam kondisi menguntungkan. Di samping media massa tidak lagi menjadi sumber utama masyarakat dalam mencari berita, kue iklan nasional perusahaan pers pun sekitar 75 persen diambil alih oleh platform digital global dan media sosial. Hal itu menjadi tantangan terberat perusahaan pers di masa-masa mendatang.”
Dewan Pers prihatin. Insan pers prihatin. Semua kita, prihatin.
Masih Ada Jalan
Prihatin dengan nasib media yang sedang tidak baik-baik saja, boleh, tapi larut jangan. Sebab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prihatin adalah kata sifat yang berarti bersedih hati, was-was, atau bimbang.
Bila prihatin berlarut-larut, dampaknya pasti negatif. Menghadapi situasi berat dan penuh tantangan ini, saya teringat dengan kata-kata Basrizal Koto (Basko). Pemilik Basko Group termasuk Harian Haluan, sedari kecil sudah ditempa kesulitan. Dia tidak tamat SD, tapi mampu meraih puncak kesuksesan sebagai pengusaha.
Apa kalimat yang sering diucapkannya kepada dirinya sendiri kala dihimpit sulit? “Kesulitan bukan untuk ditangisi, tapi dilawan!” Ya, perlawanan atau lebih pas ikhtiar atau usaha sungguh-sungguh dan sepenuh hati untuk mengatasi tantangan harus dilakukan oleh segenap pemangku kepentingan pers.