PADANG, HARIANHALUAN.ID — Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Elfindri menjelaskan, obligasi Surat Utang Daerah (SUD) adalah salah satu instrumen alternatif pembiayaan yang diperbolehkan dalam sistem keuangan negara yang menganut sistem desentralisasi.
Dana yang terkumpul lewat penjualan obligasi SUD lazimnya akan dikelola oleh suatu lembaga atau manajemen profesional yang dibentuk pemda (pemda) untuk membangun proyek infrastruktur berbayar yang dijanjikan bakal menghasilkan profit dalam besaran tertentu bagi para pembeli obligasi surat utang.
“Nah, surat utang hanya akan laris jika tingkat pengembaliannya tinggi. Yielding-nya biasanya di atas tujuh sampai delapan persen per tahun. Pertanyaannya, apakah Gubernur sudah benar-benar menyiapkan blueprint dan profil proyek yang jelas untuk ini?” ujarnya kepada Haluan, Minggu (23/2).
Prof. Elfindri menuturkan, skema obligasi SUD sah-sah saja dipergunakan pemda untuk melaksanakan investasi dalam bentuk pembangunan perusahaan perkebunan skala besar, atau bahkan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur berbayar yang benar-benar dibutuhkan masyarakat seperti jalan tol, rel kereta api, bendungan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, penting bagi pemda untuk memperjelas profil proyek apa yang akan dilakukan. Dalam artian, uang yang dihimpun dari penjualan obligasi SUD, nantinya harus jelas akan dipergunakan untuk apa.
“Selama profilnya belum disusun secara baik, maka surat utang tidak akan laku. Tapi jika rencana kerjanya bagus dan prospeknya menarik, orang dengan sendirinya pasti akan tertarik. Bahkan tidak hanya perantau. Orang dari luar pun pasti tertarik untuk berinvestasi. Yang penting prospek atau yielding-nya jelas dan bagus,” katanya.
Direktur Sustainable Developments Goals (SDGS) unand itu mengingatkan, skema obligasi SUD jelas akan menjadi sumber pemasukan yang sangat besar bagi daerah selama dikelola oleh orang-orang yang profesional, kompeten, dan berintegritas tinggi.
Sebaliknya, jika lembaga pengelola obligasi SUD diisi dengan orang-orang titipan yang tidak berkompeten dan bermental korup, maka bukan tidak mungkin bahwa ke depannya lembaga pengelola obligasi SUD akan menjadi sumber bancakan atau sapi perahan baru bagi oknum-oknum tertentu.
“Jika tidak diisi dengan orang-orang berintegritas tinggi, nasibnya akan sama seperti BUMD, banyak oknum nakal yang minta jatah dan bancakan. Ini tidak boleh terjadi. Maka dari itu, proposal proyek yang ditawarkan harus benar-benar jelas agar calon pembeli SUD merasa yakin dan tertarik. Ini penting benar-benar dipersiapkan dengan matang oleh Gubernur,” ujarnya. (*)