Pemilik Bangunan di Bantaran Batang Anai Masih Membandel, Gubernur Didesak Ambil Tindakan Tegas

Rangka bangunan yang masih berdiri kokoh di Lembah Anai

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Hampir setahun berlalu sejak bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi menghantam dan meluluh-lantakkan kawasan Lembah Anai, namun sejumlah bangunan di kawasan zona merah bencana tersebut, yang telah diperintahkan untuk dibongkar, masih berdiri kokoh.

Baru-baru ini, Ombudsman Perwakilan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) bahkan ikut menyoroti lokasi wisata pemandian di Lembah Anai yang dikabarkan kembali beroperasi. Padahal, bangunan di kawasan tersebut sudah ditetapkan sebagai bangunan ilegal dan dapat membahayakan keselamatan masyarakat. Untuk itu, Ombudsman Sumbar meminta agar kawasan pemandian tersebut segera ditertibkan.

Kepala Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi menyatakan, pascabanjir lahar dingin Gunung Marapi dan galodo Gunung Singgalang, Gubernur Sumbar bersama Bupati Tanah Datar serta pemangku kepentingan terkait masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah, salah satunya memastikan tidak ada lagi pembangunan di sepanjang aliran Sungai Anai.

“Kami menyayangkan apabila persoalan ini tidak menjadi perhatian serius Pemprov Sumbar dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Datar. Padahal bencana tersebut sudah menimbulkan banyak korban jiwa,” katanya, kemarin.

Oleh sebab itu, Ombudsman mendesak Gubernur Sumbar bersama Bupati Tanah Datar untuk tidak menoleransi bentuk pelanggaran di kawasan tersebut, dengan cara melakukan penindakan hukum bersama kepolisian.

Bagaimanapun, apabila pemilik bangunan di sepanjang bantaran Sungai Anai tidak mau membongkar secara mandiri, negara harus hadir dan melakukan penindakan. “Jangan sampai negara kalah dengan orang yang mencari keuntungan pribadi, tetapi mempertaruhkan nyawa orang lain. Seharusnya peristiwa banjir lahar dingin yang menelan puluhan korban jiwa kemarin menjadi momentum untuk menertibkan bangunan liar tersebut,” ujar Adel.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumatera Barat (Sumbar), Era Sukma Munaf menyatakan, penertiban bangunan liar maupun tempat wisata pemandian di kawasan Lembah Anai merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Datar.

“Untuk penertiban lokasi pemandian maupun bangunan liar lainnya yang ada di Lembah Anai, itu menjadi kewenangan kabupaten/kota. Dalam hal ini Kabupaten Tanah Datar,” ujarnya kepada Haluan, Senin (3/2).

Menurut Era Sukma Munaf, pascabencana banjir lahar dingin Gunung Marapi yang menghancurkan sejumlah tempat wisata pemandian dan kafe di Lembah Anai pada 11 Mei 2024 lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait telah memasang plang larangan beraktivitas di sepanjang bantaran sungai Lembah Anai.

Begitupun terhadap bangunan konstruksi baja yang diduga akan dijadikan hotel di kawasan tersebut. Menurut Era Sukma, bangunan itu berada di Areal Penggunaan Lain (APL) dan tidak berada dalam kawasan hutan.

“Namun terindikasi melanggar aturan pelarangan pendirian bangunan di badan sungai yang notabene adalah kawasan rawan bencana. Informasi terakhir, mereka sudah mengajukan keringanan kepada Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V, meskipun beberapa waktu lalu telah pernah kami minta segera melakukan pembongkaran mandiri,” tuturnya.

Dipastikan Ilegal

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar memastikan aktivitas wisata pemandian di sekitar aliran Sungai Batang Anai, Kabupaten Tanah Datar ilegal atau tidak berizin.

Kepala BKSDA Sumbar, Lugi Hartanto mengatakan, hingga saat ini tidak ada aktivitas atau bangunan yang diizinkan berdiri di sepanjang aliran Sungai Batang Anai. BKSDA juga segera berkoordinasi dengan kepolisian dan pemangku kepentingan untuk mendatangi lokasi pemandian tersebut.

Dalam hal ini, BKSDA bersama pemerintah setempat sebelumnya telah memasang papan informasi yang bertuliskan larangan aktivitas termasuk pendirian bangunan di sepanjang bantaran sungai. Langkah ini dilakukan menyusul bencana lahar dingin dan galodo pada 11 Mei 2024.

Sayangnya, meskipun telah memasang papan peringatan dan menyosialisasikan larangan pendirian bangunan, masih ada masyarakat yang membandel atau tidak mengindahkan serta mendirikan tempat pemandian di lokasi yang dilarang. “Itu yang mendirikan tempat pemandian di pinggir sungai warga yang bandel dan tidak mendengarkan larangan. Padahal ini sangat berbahaya,” ucapnya.

Lugi menyebut, saat ini BKSDA Sumbar bersama kementerian terkait sedang mengurus dokumen atau kelengkapan syarat agar kawasan di sepanjang Sungai Batang Anai ditetapkan menjadi cagar alam. “Rekomendasinya menjadi cagar alam dan kini masih menunggu proses,” katanya.

Laporkan Gubernur dan Bupati Tanah Datar

Sebelumnya diberitakan, Walhi Sumbar melaporkan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dan Bupati Tanah Datar, Eka Putra kepada Ombudsman atas dugaan maladministrasi penundaan berlarut pembongkaran bangunan hotel yang berdiri secara ilegal di bantaran sungai di kawasan Lembah Anai.

Berkas-berkas dokumen serta bukti pelanggaran diterima langsung Plt Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi setelah mengikuti diskusi bedah kasus yang disampaikan Walhi Sumbar, Rabu (2/10) silam.

Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam menjelaskan, pelaporan dugaan maladministrasi penundaan berlarut itu dilakukan karena Pemprov Sumbar dan Pemkab Tanah Datar mengingkari kesepakatan yang pernah dibuat saat audiensi di Istana Gubernuran Sumbar pada 30 Mei 2024 lalu.

“Ketika itu, pemerintah daerah menyepakati akan segera membongkar bangunan hotel tanggal 10 Juni 2024, setelah sebelumnya dilakukan pemasangan plank di lokasi bangunan tersebut tanggal 31 Mei 2024. Namun faktanya, sampai hari ini terjadi penundaan berlarut, sehingga bangunan masih berdiri kokoh,” ujarnya, kepada Haluan.

Tommy menjelaskan, bangunan hotel tersebut jelas berdiri di kawasan rawan bencana dan dibangun di sempadan sungai yang berjarak nol meter. Bahkan pematangan lahan dilakukan dengan menimbun sungai. Situasi itu sangat berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa di kemudian hari.

Indikasi bahwa kawasan itu rawan bencana, terbukti dengan terjadinya bencana banjir bandang yang menyapu habis akses jalan hingga beberapa kafe di kawasan Lembah Anai pada tanggal 11 Mei 2024 silam. Saat itu Cafe Xakapa dan bangunan lainnya hancur dihantam galodo.

Gayung bersambut, BKSDA Sumbar setelahnya juga melakukan penutupan di kawasan TWA Mega Mendung dengan mendirikan plang larangan di tiga titik lokasi yang ada di kawasan tersebut.

“Pelarangan ini juga sesuai dengan mandat PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Wisata Alam dan Pelestarian. Pembongkaran harus dilakukan karena akan  mengancam kelestarian Kawasan Suaka Alam serta berbahaya bagi keselamatan pengunjung  hotel nantinya,” tutur Tommy. (*)

Exit mobile version