JAKARTA, HARIANHALUAN.ID- Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023, sebanyak 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun sebesar 0,4%, dengan proporsi pengguna alat bantu dengar mencapai 4,1%.
“4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia,” jelas Plt. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr. Yudhi Pramono saat peringatan Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day/WHD) pada 3 Maret lalu.
Ia mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga. Upaya ini merupakan bentuk dukungan terhadap komitmen global Sound Hearing 2030, yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi gangguan pendengaran di seluruh dunia.
Adapun secara lebih luas, menurut WHO, sekitar 1,57 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, menjadikannya penyebab disabilitas terbesar ketiga di dunia.
“Saat ini, lebih dari 5% populasi dunia atau sekitar 430 juta orang memerlukan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak. Pada tahun 2050, diperkirakan 2,5 miliar orang akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkatan tertentu, dan setidaknya 700 juta orang akan membutuhkan rehabilitasi pendengaran,” jelas dr. Yudhi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen akibat kebiasaan mendengarkan suara dengan volume tinggi dalam jangka waktu lama.
“Diperlukan investasi tambahan sebesar 1,4 USD per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran dan telinga yang optimal,” tambahnya.
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan pendengaran, Kementerian Kesehatan menerapkan empat pilar strategi, yaitu 1) Promosi Kesehatan; 2) Deteksi Dini; 3) Perlindungan Khusus; dan 4) Penanganan Kasus.
Upaya promosi kesehatan diarahkan agar masyarakat peduli untuk mencegah gangguan indera dengan menyebarluaskan informasi baik melalui media komunikasi, informasi dan edukasi maupun melalui penyuluhan atau kegiatan lainnya serta melibatkan masyarakat ikut berperan di dalamnya.
“Deteksi dini gangguan pendengaran dapat dilakukan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk menjaring kasus gangguan pendengaran di masyarakat yang kemudian dirujuk ke FKTP,” ujarnya.
Pemerintah telah memulai program cek kesehatan gratis di Puskesmas. Program ini bisa dimanfaatkan untuk skrining pendengaran.
“Pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG), yang saat ini sudah dilaksanakan di seluruh puskesmas, seperti FKTP maupun satuan pendidikan dengan paket skrining sesuai juknis dari PKG, yang termasuk skrining pendengaran. (*)