PADANG, HARIANHALUAN.ID — Koperasi, sebagai salah satu pilar utama ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat (Sumbar), menghadapi tantangan besar. Ratusan koperasi di daerah ini mengalami mati suri, bahkan banyak yang akhirnya gulung tikar. Penyebab utama kondisi ini adalah tidak adanya unit bisnis yang jelas dalam koperasi-koperasi tersebut.
Akademisi sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas (Unand), Fery Andrianus, mengungkapkan bahwa koperasi yang sehat seharusnya memiliki unit usaha yang aktif dan berjalan dengan baik. Sayangnya, banyak koperasi di Sumbar hanya berfungsi sebagai wadah untuk mengumpulkan iuran bulanan tanpa adanya aktivitas ekonomi konkret.
“Koperasi seharusnya memiliki unit usaha yang aktif, bukan sekadar kumpulan orang yang mengumpulkan iuran bulanan. Jika hanya bergantung pada iuran, sulit menyebutnya sebagai koperasi. Misalnya, koperasi dari persatuan peternak akan lebih berkembang karena dijalankan oleh kelompok, bukan individu,” ujar Fery kepada Haluan kemarin di Padang.
Ia menekankan bahwa konsep koperasi yang ideal bukan sekadar menghimpun dana dari anggota, tetapi harus memiliki usaha yang menghasilkan keuntungan. Model koperasi yang hanya mengandalkan pinjaman dari bank dan menyalurkannya kepada anggota dengan mengambil fee dinilai sebagai konsep yang lemah dan tidak berkelanjutan.
“Banyak koperasi yang hanya mengandalkan sistem pinjaman tanpa memiliki unit usaha yang kuat. Akibatnya, koperasi tersebut kesulitan bertahan dan akhirnya mati suri. Koperasi harus berbasis usaha nyata. Contohnya, Unand yang saat ini mengelola bisnis kafe di Jati dan Limau Manis. Keuntungan dari bisnis ini bisa digunakan untuk mengembangkan usaha lain atau menjalin kemitraan,” tambahnya.
Selain minimnya unit usaha, lemahnya manajemen menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi sulit berkembang. Banyak koperasi yang dikelola tanpa standar manajemen profesional, sehingga operasionalnya tidak optimal.
“Konsep koperasi yang ideal harus didukung oleh manajemen yang profesional. Secara teori, ini terdengar mudah, tetapi dalam praktiknya sulit jika tidak dipahami dengan baik,” tutur Fery.
Ia menegaskan bahwa koperasi harus mereformasi diri dengan mengembangkan unit usaha yang dapat menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU). Keuntungan ini akan menjadi insentif bagi anggota, yang pada gilirannya meningkatkan partisipasi mereka dalam koperasi.
Sementara itu, regulasi koperasi di Sumbar dinilai masih lemah. Menurut Fery, pemerintah kurang serius dalam menangani permasalahan koperasi. Minimnya peraturan daerah (perda) yang mengatur tata kelola koperasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan koperasi tidak berkembang.
“Dalam praktiknya, koperasi tidak berkembang karena lemahnya regulasi. Jika pemerintah benar-benar serius memperkuat peraturan, koperasi bisa menjadi pilar utama perekonomian, khususnya di Sumbar,” tegasnya. (*)