PADANG PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID– Jalan Tol Padang – Sicincin yang kini sudah difungsikan untuk umum ternyata menyisakan persoalan krusial terkait ganti rugi lahan yang belum juga tuntas. Salah satu kasus yang menonjol datang dari PT Zulia Mentawai, yang kini tengah menggugat lima instansi ke Pengadilan Negeri (PN) Pariaman.
Humas PT Zulia Mentawai, Yalmarizul, menyampaikan lahan milik perusahaannya yang digunakan untuk pembangunan tol hingga saat ini belum memperoleh ganti untung sebagaimana yang telah disepakati.
“Dulu lahan kami kiri dan kanan total 9,7 hektare, yang terpakai untuk tol 3,5 hektare. Kami beri kemudahan agar proyek tol lancar, bahkan sempat menyewakan lahan kepada pihak Hutama Karya Jalan Tol (HKJT) pada September 2020 dengan perjanjian sewa enam bulan sekitar Rp200 juta. Tapi sampai sekarang baru dibayar sekali dan ganti rugi belum direalisasikan,” jelas Yalmarizul.
PT Zulia Mentawai akhirnya menempuh jalur hukum dengan menggugat PT Hutama Karya, Gubernur Sumatera Barat, Kantor Pertanahan Padang Pariaman, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), serta Kementerian PUPR. Gugatan terkait ganti rugi atas kandungan tambang berupa pasir dan sirtu di lahan mereka, yang sebelumnya telah dinilai dengan nilai pengganti sebesar Rp32 miliar.
Ia menambahkan bahwa proses administrasi ganti rugi sebetulnya telah mencapai tahap final. Kata Yalmarizul, pada tanggal 27 November 2020, perusahaan diundang untuk menandatangani kesepakatan berdasarkan hasil penilaian KJPP. “Surat Perintah Pembayaran (SPP) pun sudah terbit dan ditandatangani PPK, namun realisasi pembayarannya tidak kunjung dilaksanakan,” tambahnya.
Dalam proses persidangan sebelumnya, PT Zulia Mentawai menghadirkan saksi ahli agraria dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Prof. Dr. Kurnia Warman, S.H., M.Hum. Dalam keterangannya, ahli menyebut bahwa tahapan pengadaan tanah telah dilalui sesuai prosedur, mulai dari penilaian KJPP, validasi BPN, hingga penerbitan surat pembayaran dan penawaran konsinyasi oleh PN Pariaman.
Pengadaan tanah tersebut bersifat final, sehingga tidak dapat mengubah subjek maupun objek, tegas Prof. Kurnia saat persidangan beberapa waktu lalu
Ia juga menegaskan bahwa meski izin produksi tambang terbit setelah Penetapan Lokasi (Penlok), ganti rugi tetap harus diberikan sesuai dengan nilai objek tambang yang terdampak.
Yalmarizul berharap pemerintah pusat dan daerah dapat menyelesaikan persoalan ini secara adil dan transparan. “Kami mendukung pembangunan jalan tol untuk kemajuan daerah, tapi jangan sampai pemilik lahan menanggung kerugian besar akibat pengabaian prinsip-prinsip pengadaan tanah seperti keadilan, kepastian hukum, dan keterbukaan,” pungkasnya.
Sidang yang terdaftar pada perkara Nomor 86/Pdt.G/2024/PN Prm di Pengadilan Negeri Pariaman ini selanjutnya, akan digelar pada tanggal 14 April 2025 dengan agenda Putusan. (*)