Ia menekankan bahwa Dana Desa bersumber dari APBN dan telah memiliki petunjuk teknis (juknis) serta petunjuk pelaksanaan (juklak) yang tidak boleh dilanggar. Jika ini dipaksakan untuk menyukseskan program bupati, ia khawatir akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Dana Desa sudah ada peruntukkannya. Ini sudah dibicarakan dengan Tenaga Ahli Kementerian Desa (Kemendes), dan di situ sudah dijelaskan. Dalam hal ini, sebelum terlalu jauh, upaya preventif lebih bagus daripada kuratif. Ini kan dana APBN, bukan dana APBD,” tuturnya.
Nofrizon juga mengungkap bahwa wali nagari adalah pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan Dana Desa, bukan pejabat kabupaten. “Pertanggungjawaban Dana Desa bukan pada bupati, sekda, kepala dinas, atau camat, tapi wali nagari. Dan yang memeriksa bukan inspektorat, melainkan BPKP,” katanya.
Nofrizon menyatakan, beberapa wali nagari telah berkonsultasi kepadanya terkait persoalan ini. Juga ada kelompok tani yang keberatan karena lahannya digunakan untuk program ini. “Ini kan uang negara, jangan uang negara ini dijadikan eksperimen uji coba program, kecuali jika visi misi bupati yang masuk RPJMD itu terukur dan jelas. Ini kan masih kabur,” ujarnya.
Pemetaan Lahan Belum Jelas, Risiko Tinggi
Lebih jauh, Nofrizon mempertanyakan kesiapan teknis pelaksanaan SPM. Ia juga mempertanyakan apakah sudah ada pemetaan terhadap lahan pertanian yang sesuai untuk program tersebut.
“Apakah Bupati sudah melakukan pemetaan lahan-lahan pertanian, sawah tadah hujan, dan saluran irigasi? SPM yang dilakukan di sawah bancah, yang air lancar terus. Setahu saya SPM posisinya di sawah yang airnya dalam. Dibikin banda, patokan, dan sebagainya. Kalau SPM ini saluran tersier yang dipakai, bisa berkelahi petani karena berebut air,” ujar Nofrizon.
Ia juga menyoroti bahwa dalam kondisi ini para wali nagari merasa gamang dan tertekan, karena 20 persen Dana Desa diarahkan langsung untuk SPM. “Saya memberikan solusi, bukan menghalangi, bukan merongrong. Coba lakukan dulu konsultasi ke BPKP, boleh tidak Dana Desa digunakan. Kedua, adakan pendampingan oleh aparat penegak hukum, apakah pengadilan tipikor atau kejaksaan,” katanya.
Sebagai solusi, Nofrizon menyarankan agar pelaksanaan program SPM tidak membebani Dana Desa, melainkan menggunakan sumber lain seperti APBD atau dana tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan.














