Ia menambahkan, di beberapa nagari, sosialisasi SPM justru dibebankan ke Dana Desa, lengkap dengan SPJ. “Wali nagari menyampaikan, setiap sosialisasi SPM ini digelar di nagari bukan gratis, ada SPJ-nya. Dana Desa sudah terpakai untuk program ini. Sebelumnya dikatakan gratis, buktinya dibayar,” ucap Nofrizon.
Nofrizon juga mempertanyakan pos anggaran untuk grand launching program SPM yang dijadwalkan pada tanggal 25 April mendatang. “Direncanakan tanggal 25 besok grand launching, pos anggaran apa yang akan diambil? Konsumsi segala macamnya tentunya Dana Desa juga sasarannya,” katanya.
Grand opening SPM yang akan dilaksanakan di Kamang, ia sudah melakukan riset di mana satu nagari di Kamang itu tidak sampai satu hektare lahan yang bisa untuk SPM. “Jika dipetakan di Agam, tidak ada sawah yang sampai satu hektare untuk penerapan program ini. Karena SPM di sawah dalam. Tidak mudah pula petani menyerahkan sawahnya untuk itu. Tentu petani hitung-hitungan, hasil panennya berapa sekali panen. Cost lagi itu. Belum upah pelaksanaannya,” katanya.
Grand launching SPM pada 25 April mendatang, menurutnya terkesan dipaksakan atau hanya untuk euforia belaka. Pasalnya, ia mendapatkan informasi dari seorang warga di Agam bagian timur, bahwa lahan miliknya dikontrak oleh nagari untuk SPM senilai Rp3 juta. Tidak hanya itu, kelompok tani yang berjumlah 20 orang juga mendapatkan uang berupa upah sebesar Rp50 ribu per orang, transportasi Rp20 ribu per orang, dan juga uang konsumsi.
“Nah, ini menurut saya seakan dipaksakan. Euforia belaka grand launching Jumat depan. Masa dana nagari digunakan untuk mengontrak tanah sebesar Rp3 juta, kemudian kelompok tani yang terdiri dari 20 orang dikontrak untuk 8 kali pengerjaan, juga informasinya pakai narasumber. Uang ini dari mana diambil kalau tidak dana nagari,” katanya.
Ia juga kembali menekankan pentingnya rekomendasi tertulis dari BPKP agar pelaksanaan program tidak menyalahi aturan. “Kami saja di DPRD Sumbar sudah empat periode, kalau ada hal yang meragukan, melakukan koordinasi ke BPKP, dan itu tidak cukup konsultasi lisan, harus ada rekomendasi tertulis untuk pegangan,” katanya.














