Ini Penyebab Tingginya Angka Perceraian di Indonesia, Faktor Ekonomi Mendominasi

HARIANHALUAN.ID – Angka perceraian di Indonesia mencapai 28% dari peristiwa nikah. Angka tersebut menunjukkan kasus perceraian Indonesia tertinggi di Asia Afrika.

“Tahun 2010 angka perceraian masih sangat rendah sekitar 4 sampai 6 persen itupun cerai talak. Pihak suami yang mengajukan perceraian,” kata Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah diwakili Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto saat memberikan materi dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Fasilitator Bimwin Calon Pengantin, Rabu malam (15/6).

:Namun tahun 2013 sejak pemerintah mengeluarkan sertifikasi, kasus perceraian meningkat. Perempuan sudah merasa mampu mengurus dirinya sendiri. 93 persen diantaranya cerai gugat, diajukan oleh istri,” jelas Suryo melanjutkan.

Disebutkan Suryo, ada banyak problema keluarga yang terjadi dan sebagian besar berujung pada perceraian.

Pertama, kasus Perceraian di Pengadilan didominasi oleh pertengkaran, ekonomi, penelantaran, kekerasan, ketiadaan tanggungjawab dan sebagainya.

Kedua, masih tinginya angka permohonan dispensasi kawin (di bawah umur). Paling tinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur disusul Jawa Tenggah dan Jawa Barat. Sementara Sumatera Barat, masih berada pada posisi sembilan, terang Suryo.

Ketiga, angka perkawinan anak belum menunjukkan penurunan yang siginifikan bahkan meningkat pasca pengesahan UU No 16 tahun 2019 yang menaikkan usia kawin perempuan menjadi 19 tahun.

Keempat, angka kehamilan remaja yang disebabkan ketidaksiapan remaja mengelola perkembangan dirinya secara komprehensif sehingga berujung pada persoalan turunan. Sebesar 7,1 persen kehamilan adalah kehamilan tidak direncanakan.

Kelima, jumlah perkara kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan melaporkan,98,3 persen terjadi dalam rumah tangga.

“Data kekerasan dalam rumah tangga yang berakhir cerai cenderung meningkat. Kondisi ini belum termasuk rumahtangga yang dipertahankan dalan kondisi kronik,” ulasnya lagi.

Keenam, usia perceraian didominasi antara umur 20 – 30 tahun sebanyak 48,6 persen dan usia dibawah 20 tahun sebanyak 3.51 persen.

Ketujuh lanjut Kasubdit, faktor ekonomi menyebabkan percekcokan dan perceraian serta mengakibatkan kualitas kehidupan keluarga tidak sejahtera. (*)

Exit mobile version