Direktur Operasi 1 PT PJB Yossy Noval menjelaskan, pengujian co-firing di PLTU Tembilah dilaksanakan secara bertahap sesuai prosedur yang direncanakan. Tahap awal dimulai dari 25 persen penggunaan biomassa sebagai bahan bakar pengganti pada Minggu (12/6) hingga selesai 100 persen firing biomassa pada Rabu (15/6). Evaluasi dilaksanakan setelah pengujian selesai dilakukan.
Berdasarkan evaluasi bersama, didapatkan hasil pemantauan teknis yang menunjukkan parameter operasi masih dalam batasan normal, beban 7 MW dapat dijaga dengan stabil, dan tidak terjadi load derating hingga maksimum 100 persen biomassa. Sebaliknya, data menunjukkan potensi perbaikan fuel flow dan NPHR cukup signifikan prosentasenya karena cangkang sawit memiliki nilai kalori yang tinggi.
Dari aspek lingkungan, cangkang kelapa sawit memiliki kadar sulfur yang lebih rendah dari batu bara sehingga emisi yg dihasilkan juga menunjukkan penurunan. Adapun cangkang yang digunakan berasal dari limbah perkebunan, rendah abu dan termasuk sebagai karbon netral, sehingga akan berimbas kepada lingkungan yang lebih baik.
PT PJB sebagai pionir dalam co-firing telah menerapkan inovasi tersebut pada 14 PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari data yang dihimpun per 14 Juni 2022, penerapan co-firing PT PJB telah menghasilkan total energi hijau sebesar 100,28 GWh.
“Jika dibandingkan tahun 2021 dengan total energi hijau dari co-firing sebesar 140,49 GWh, terjadi proyeksi peningkatan produksi yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2022,” terangnya.
Manfaat Program Co-Firing
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batu bara. Proses co-firing dilakukan tanpa menambah biaya ( capex) ataupun membangun
pembangkit EBT (biomassa) baru, sehingga sangat competitive. Benefit yang diharapkan dengan program co-firing pada PLTU batu bara adalah reduksi emisi, penghematan biaya pokok penyediaan listrik dan meningkatkan fuel alternate competitiveness bagi PLN.