PADANG, HARIANHALUAN.ID- Kasus Bapenda Sumbar Jilid Dua mencuat berawal dari adanya laporan anonim pejabat struktural eselon III dan IV di lingkungan Bapenda Sumbar melalui sepucuk surat tertanggal 28 Mei 2025 dan ditujukan langsung kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar di Padang.
Laporan anonim itu kemudian didalami dan diverifikasi oleh Tim Haluan ke sejumlah sumber kompeten. Setelah meyakini, bahwa laporan itu tidak sekedar surat kaleng dan ada petunjuk dan data tentang materi yang dilaporkan, kasus ini pun dikonfirmasi kepada Kepala Bapenda Sumbar Syefdinon dan pihak Kejaksaan Tinggi Sumbar.
Modus kasus yang dilaporkan, hampir sama dengan perkara yang pernah menjerat Kepala Bapenda Sumbar sebelumnya, Maswar Dedi, yakni meminta setoran (pungli atau upeti—red) kepada para pejabat eselon III dan IV di semua UPTD Samsat yang ada di Sumbar.
“Kasus Bapenda Sumbar Jilid Satu” yang mencuat ke publik akhir 2023 lalu, diproses oleh Inspektorat Sumbar. Hampir semua pejabat struktural eselon III dan IV di lingkungan Bapenda Sumbar waktu itu, dipanggil dan dimintai keterangan terkait masalah ini. Inspektorat akhirnya memastikan, ada pelanggaran yang dilakukan Maswar Dedi.
Atas Kasus Bapenda Sumbar Jilid Satu itu, pihak Pemprov seperti diungkapkan Sekdaprov Sumbar waktu itu, Hansastri, telah menjatuhkan sanksi administrasi kepada Maswar Dedi terkait dugaan pungli dan upeti paksa di Bapenda Sumbar itu.
“Laporannya sudah masuk, dan yang bersangkutan juga sudah menerima sanksi,” kata Hansastri yang juga Ketua Majelis Pertimbangan Pegawai (MPP) Pemprov Sumbar saat itu, di ruangannya, Selasa (19/12/2023).
Tidak hanya dijatuhi hukuman administrasi, Maswar Dedi pun dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bapenda Sumbar akhir Desember 2023. Aparat Penegah Hukum (APH) dari Kejaksaan Tinggi Sumbar dan Polda Sumbar, sempat menindaklanjuti kasus ini. Namun, dengan alasan, tidak ditemukan unsur pidana, Kasus Bapenda Sumbar Jilid Satu ini, akhirnya berhenti begitu saja.
Maswar lalu digantikan oleh Syefdinon dan dilantik sebagai Kepala Bapenda pada awal Januari 2024. Hebatnya, sejak triwulan I tahun 2024 itu, kasus Bapenda Sumbar Jilid Dua, terulang kembali.
Sejak triwulan I tahun 2024 itu, Kepala Bapenda Sumbar menginstruksikan pungutan dana dari para pejabat eselon III dan eselon IV dengan dalih “pengumpulan gaji PHL non-APBD”, tanpa dasar hukum maupun transparansi penggunaan.
Setoran dilakukan per triwulan, dengan tarif Rp. 7.5000.000/orang untuk eselon III dan Rp. 5.000.000/orang untuk eselon IV. Menjelang Triwulan IV, tarif pungutan meningkat secara sepihak menjadi Rp. 12.500.000/orang (eselon III) dan Rp. 7.500.000/orang (eselon IV).
Menurut pelapor, penarikan dilakukan oleh pejabat perantara yang merupakan kaki tangan Kepala Bapenda diantaranya berinisial BV, Z dan RP.
Sebagian dana disalurkan untuk pembayaran PHL Non-APBD, namun sebagian besar lainnya (lebih dari 1,5 miliar) diduga disimpan dan didistribusikan ke oknum atas nama pribadi, bahkan digunakan untuk “setoran jabatan” kepada pihak luar, termasuk ke oknum yang disebut
sebagai pimpinan (klaim dari Kepala Bapenda).
Dari data yang diperoleh Haluan, ada sebanyak 178 pejabat struktural eselon III dan IV, mulai dari kantor pusat sampai ke UPTD Samsat kabupaten dan kota se-Sumatera Barat yang dimintai setoran bervariasi dari Rp5.000.000.- sampai Rp7.500.000.- dan Rp12.500.000.- Totalnya, mencapai Rp2,3 miliar. (*)
Dan pada momentum lebaran 2024 yang lalu, pejabat eselon III dan IV dipaksa kembali menyetor dana Rp.10.000.000 per UPTD, atas perintah Kepala Bapenda, melalui kaki tangan yang sama. Waktu ini, sejumlah Kepala UPTD Samsat ada yang menolak membayar. Hanya 11 UPTD yang patuh dan menyetor. Karena ada yang menolak dan ribut, pungutan dan upeti paksa itu, akhirnya dikembalikan kepada UPTD yang sudah terlanjur menyetor.
“Pungutan itu tidak punya dasar hukum alias pungutan liar. Makanya, sebagian memang untuk bayar PHL, tapi sisanya yang justru jumlahnya lebih banyak, masuk ke kantong-kantong orang tertentu,” kata sumber.
Selain pungutan dengan alasan pembayar gaji PHL, Kepala Bapenda juga diduga menarik pungutan untuk kepentingan pribadi dari dealer kendaraan yang ada di Kota Padang, masing-masing Rp. 100.000/berkas kendaraan roda 4 dan Rp. 50.000/berkas kendaraan roda 2, yang dikumpulkan oleh oknum di Samsat Padang setiap bulan, dengan total kurang lebih Rp.250 Juta/bulan. Dugaan pungutan ini, termasuk yang dilaporkan ke Kajati Sumbar. (*)














