Pengawasan pada Napi Pengendali Peredaran Narkoba di Sumbar Harus Diperketat

 

PADANG, HALUAN — Rendahnya pengawasan ditengarai menjadi salah satu penyebab masih munculnya kasus narapida yang bertindak selaku pengendali dan/atau pengedar narkoba dari dalam lembaga permasyarakatan (lapas) di Sumatra Barat (Sumbar). Oleh karena itu, pengawasan dari berbagai pihak berwenang harus lebih terintegrasi.

Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatra Barat (BNNP Sumbar), Kombes Pol Hindra menyebutkan, pihaknya telah memetakan sejumlah lapas yang diduga sering menjadi tempat pengendalian jaringan peredaran narkoba, serta tempat untuk mengedarkan narkoba itu sendiri.

“Kami saat ini telah memetakan empat lapas yang diduga sering menjadi tempat pengendalian jaringan pengedaran narkoba. Lapas yang menjadi perhatian kami itu adalah Lapas Muaro Padang, Lapas Muaro Sijunjung, Lapas Padang Pariaman, dan Lapas di Meulaboh, Aceh,” ujarnya kepada Haluan pada Rabu (29/12).

Hindra juga mengakui, bahwa dalam praktik pengendalian jaringan pengedaran narkoba di lapas, tentu saja harus melibatkan oknum, meskipun sulit untuk ditindaklanjuti. “Keterlibatan oknum tidak bisa dipungkiri, tapi memang sulit untuk diungkap. Sebab, ada kelihaian oknum dalam bekerja sama dengan tersangka,” ujar Hindra.

Ada pun terkait upaya pemberantasan praktik penyalahgunaan narkoba itu, Hindra mengakui bahwa BNNP mengalami keterbatasan karena pengawasan lapas sudah berada di bawah institusi yang berbeda.

“Kami tidak bisa mengintervensi karena sudah melibatkan dua institusi yang berbeda, BNN kan berdiri sendiri, sedangkan mereka di bawah Kemenkumham. BNN berpedoman kepada UU No 35 tahun 2009, sedangkan mereka pada undang-undang perlapasan,” ujarnya lagi.

Lebih lanjut, Hindra juga mengakui bahwa lemahnya pengawasan di lapas menjadi salah satu penyebab maraknya peredaran narkotika di lapas. Meskipun demikian, Hindra mengatakan bahwa pihaknya juga telah membuka kemungkinan untuk bisa menjerat sipir yang terlibat dalam bisnis barang haram tersebut melalui Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Sebenarnya bisa kita kembangkan ke sana, tapi lewat Undang-Undang TPPU terhadap kehidupan para sipir, kita akan lihat nanti sipir mana yang taraf hidupnya di atas kewajaran, sudah ada arah ke sana memang pengembangannya,” ucapnya.

Sebelumnya, Kepala BNNP Sumbar, Brigjen Pol Khasril Arifin menyebutkan, sepanjang tahun 2021 BNNP Sumbar berhasil mengungkap 29 kasus peredaran narkotika dengan total barang bukti sebanyak 350,5 kg ganja, 177,49 gram sabu-sabu, dan 5 butir pil ekstasi. Selain itu, sebanyak 40 pelaku penyalahgunaan narkotika berhasil ditangkap.

“Sindikat jaringan pengedar narkoba di Sumbar saat ini masih didominasi pemain lama, dan kebanyakan mereka mengendalikan jaringan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan,” ujar Khasril di sela pemusnahan barang bukti (BB) ganja tersebut.

Sementara itu, dari kacamata huku, Pengamat Hukum Pidana Universitas Ekasakti (Unes), Sahnan Sahuri Siregar menyebutkan, pada umumnya Lapas di Indonesia sebagian besar memang diisi para tahanan dan narapidana kasus narkoba. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab masih maraknya pengendalian dan pengedaran narkoba yang melibatkan napi dari dalam penjara.

“Tak bisa dipungkiri. Saat ini berbagai lapas yang ada, dipenuhi oleh tahanan dan narapidana kasus narkoba. Artinya, di sana ada target pasar yang besar dan ada permintaan dan penawaran, tentu ini menjadi sesuatu yang menjanjikan bagi para bandar narkoba, “ujar Sahnan, Kamis (30/12).

Kondisi tersebut, menurut Sahnan, juga diperparah dengan fenomena over crowded di sebagian besar lapas. Sehingga berdampak pada pengawasan dalam lapas yang tidak berjalan optimal. “Padatnya tahanan dan narapidana kasus narkoba di Lapas tidak diiringi dengan  pengawasan ketat dari otoritas terkait, ” ucapnya.

Selain itu, Sahnan menyebutkan, bahwa para bandar narkoba termasuk yang berada di dalam lapas, juga semakin canggih dalam mengendalikan peredaran narkoba. Ditambah dengan adanya dugaan oknum yang turut bermain dari maraknya kasus pengendalian peredaran narkoba dari dalam penjara.

Menurut Sahnan, untuk memberantas praktik-praktik ilegal pengendalian narkoba dari dalam penjara oleh narapidana, maka diperlukan sinergi dan komitmen antara otoritas terkait yang terlibat dalam upaya pemberantasan narkoba. Salah satunya dengan membangun sistem yang terintegrasi seperti kepolisian, ditjen Pemasyarakatan, dan BNN.

“Kepolisian, BNN, dan pihak Lapas atau rutan harus bersinergi dan memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas peredaran narkoba. Akan tetapi, yang perlu dan penting diberantas itu sebenarnya adalah oknum-oknum yang bermain ini,” ucapnya lagi.

Ia menambahkan, pembangunan sistem yang terintegrasi harus mencakup keseluruhan aspek, terutama dari pemberantasan praktik pengendalian peredaran narkotika di lapas, pencegahan terhadap ancaman warga binaan, lalu pengawasan terhadap petugas lapas. Termasuk memberikan tindakan tegas bagi aparat negara yang terbukti terlibat dalam bisnis narkotika.

“Praktik pengendalian jaringan pengedaran narkoba di lapas, bukanlah hal baru di Indonesia, ini sudah sering terjadi karena dibiarkan, penyebabnya karena bisnis tadi, ada permintaan dan penawaran,” katanya. (h/mg-fzi)

Exit mobile version