PADANG, HARIANHALUAN. ID — Pemerintah Kota (Pemko) Padang terus memantapkan langkah menuju predikat Kota Gastronomi Dunia, sebuah gelar prestisius dalam jejaring UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Komitmen ini tak sekadar slogan, tetapi didukung oleh potensi besar sektor kuliner lokal yang menjadi tulang punggung ekonomi kreatif di ibu kota Sumatera Barat itu.Dalam sambutannya saat pembukaan agenda Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Indonesia Creative Cities Network (ICCN), Wali Kota Padang Fadly Amran menegaskan bahwa transformasi kota ke arah gastronomi bukan sekadar branding, melainkan strategi pembangunan berbasis kearifan lokal.
“Dari 47 ribu UMKM yang ada di Padang, 40 persennya bergerak di bidang kuliner dan turunannya. Ini bukti konkret bahwa kita punya kekuatan di sektor ini,” katanya, Jumat (8/8).
Menurut Fadly, untuk bisa bergabung dalam jaringan kota kreatif dunia UNESCO, terutama dalam kategori gastronomi, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi. “Yang pertama adalah vibrant gastronomy community, yang artinya kita punya komunitas kuliner yang hidup, ada memori kolektif, dan praktik masakan tradisional yang masih lestari. Kedua, kita harus memiliki infrastruktur pendukung seperti restoran lokal autentik dan sentra pengolahan makanan. Alhamdulillah, semua itu ada di Padang,” ujarnya.
Salah satu contoh konkret, sambung Fadly, adalah keberadaan Sentra Rendang, kawasan yang menjadi pusat pengolahan dan promosi kuliner khas Minangkabau. “Ini adalah simbol bahwa Padang bukan hanya punya makanan enak, tapi juga ekosistem kuliner yang terorganisir,” katanya.
Dukungan terhadap langkah Kota Padang menuju Kota Gastronomi ini juga datang dari berbagai pihak nasional. Ketua Umum Indonesia Creative Cities Network (ICCN), Tubagus Fiki C. Satari, menilai bahwa potensi Padang sebagai kota gastronomi sangat realistis untuk diwujudkan.
“Kami melihat keseriusan dari pemerintah daerah, komunitas kreatif, hingga pelaku usaha. Ini bukan sekadar visi, tapi sudah ada pijakan strategisnya,” ucapnya.
Tubagus menambahkan bahwa kekuatan Padang terletak pada living culture, yakni budaya hidup yang masih berjalan dan tidak hanya menjadi simbol atau warisan mati.
“Kuliner Minang itu bukan hanya makanan, tapi juga identitas sosial dan alat diplomasi budaya. Kalau ini dikelola dengan benar, Padang bisa jadi contoh nasional,” katanya.