PADANG, HARIANHALUAN. ID — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terus mendorong penguatan kelembagaan pengawasan pemilu sebagai respons atas perubahan lanskap sistem kepemiluan di Indonesia.
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan lokal ke dalam dua tahapan, tantangan baru pun muncul dalam penataan wewenang, struktur organisasi, hingga pengelolaan sumber daya manusia pengawas pemilu.
Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Alni, menilai pentingnya adaptasi kelembagaan agar pengawasan pemilu tetap berjalan efektif di tengah konfigurasi sistem yang berubah.
“Dengan dua rezim pemilu yang terpisah, tentu ada implikasi kelembagaan yang harus disesuaikan. Kita butuh SDM yang lebih profesional dan struktur yang lebih responsif,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi rendahnya kesadaran demokrasi di kalangan masyarakat, yang dinilainya masih bersifat transaksional.
“Banyak yang masih memandang pemilu sebatas mencoblos. Lalu muncul pertanyaan, apa manfaatnya? Ini indikasi bahwa pendidikan politik kita belum menyentuh akar,” ucap Alni.
Senada dengan itu, Ketua Bawaslu Kota Padang, Eris Nanda, menyebutkan pentingnya menjaga eksistensi lembaga pengawas pemilu di luar siklus lima tahunan. Menurutnya, Bawaslu harus tetap relevan dalam penguatan demokrasi, bahkan ketika tahapan pemilu belum berlangsung.
“Bawaslu bukan sekadar institusi teknis saat pemilu digelar. Ia adalah penjaga nilai demokrasi yang bekerja sepanjang waktu. Pengawasan tidak akan efektif jika tidak didukung sinergi dengan masyarakat sipil, akademisi, hingga organisasi kemasyarakatan,” kata Eris.
Eris juga menyebutkan bahwa tantangan ke depan bukan hanya pada aspek teknis pengawasan, tetapi juga menyangkut integritas serta kemandirian pengawas pemilu. Oleh karena itu, ia mendorong keterlibatan publik untuk mengawal proses demokrasi secara aktif.
Implementasi terhadap perubahan sistem kepemiluan tersebut, sambung Eris, juga menuntut penyesuaian terhadap regulasi yang berlaku. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 serta aturan teknis lainnya harus mampu menjawab kebutuhan kelembagaan yang dinamis sehingga kapasitas SDM dan pemantapan fungsi kelembagaan pun menjadi agenda strategis.
“Kita tidak bisa lagi bekerja dengan pendekatan lama. Saatnya membangun sistem yang adaptif dan modern,” tutur Eris.
Seiring dengan dinamika itu, ia berharap ke depan dapat merumuskan strategi baru dalam memperkuat pengawasan yang partisipatif, profesional, dan berintegritas di semua level pemilu.”Demokrasi yang sehat tidak lahir dari sistem yang kaku. Ia tumbuh dari kelembagaan yang kuat dan rakyat yang melek politik,” ujarnya.