PADANG, HARIANHALUAN.id—Asosiasi pengembang, Real Estate Indonesia (REI) Sumatera Barat menargetkan pembangunan rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebanyak 6.294 unit pada tahun 2025.
“Hingga saat ini sudah terealisasi sebanyak 1.857 unit rumah subsidi yang tersebar di berbagai daerah di Sumbar,” ujar Ketua REI Sumbar, Viona didampingi Sekretaris Wiskarni kepada Haluan di kantornya, Selasa (12/8).
Ia merinci pembangunan rumah subsidi dengan harga dipatok Rp166 juta itu, adalah dengan skema pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), terbanyak di Kota Padang 400 unit.
Kemudian di Padang Pariaman sebanyak 437 unit. Sedangkan sisanya tersebar di Kabupaten Solok, Dharmasraya, Sijunjung, Agam, Pasaman, Payakumbuh dan lainnya.
Viona mengatakan jumlah target pembangunan rumah subsidi pada tahun 2025 ini memang agak berkurang dari tahun sebelumnya atau tahun 2024 yang mencapai 8 ribu unit.
“Pada tahun sebelumnya saat pertengahan tahun kuota untuk rumah subdisi sudah habis terserap masyarakat. Tetapi tahun ini, masih cukup banyak kuota tersedia,” ujar Viona.
Bahkan pada akhir tahun 2024, juga ada penambahan kuota FLPP secara nasional dari 160 ribu unit pada tahap awal, bertambah 34 ribu unit sehingga total sampai akhir tahun terserap hampir 200 ribu unit.
Ia menambahkan, lambatnya serapan rumah subsidi pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu, diperkirakan dipicu faktor ekonomi masyarakat yang melambat.
Wiskarni menambahkan, REI Sumbar saat ini beranggotakan 128 pengembang yang dominannya bergerak dalam sektor pembangunan rumah subsidi dan hanya 30 persen saja yang membangun rumah komersil.
Ia mengatakan peran REI Sumbar dalam mendukung program 3 juta rumah bukan hanya dalam bentuk pembangunan rumah subsidi semata, tetapi juga bantuan bedah rumah yang dilakukan di daerah lainnya secara nasional.
“Pada tahun ini rencananya bekerja sama dengan pemda setempat, kita akan memberikan bantuan bedah rumah untuk 10 unit, ditujukan untuk masyarakat kategori miskin dan rumah yang tidak layak huni,” ujar Wiskarni.
Selain pembangunan rumah subsidi, Wiskarni menambahkan pengembang dalam keanggotaan REI Sumbar juga aktif membangun rumah komersil yakni rumah tipe 36 plus.
Meski tidak bisa merinci jumlahnya, Wiskarni mengatakan pasar untuk rumah komersil ini masih sangat besar dan diminati. Paling laris rumah kisaran harga Rp300 hingga Rp600 jutaan.
Ia mengatakan saat ini yang menjadi kendala pengembang adalah regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan yang bertolak belakang dengan aturan di kabupaten/kota di wilayah Sumbar.
“Contoh menurut tata ruang kota status lahan itu sudah kuning. Tetapi menurut kementerian masuk dalam Lahan Sawah Dilindungi (LSD), yang ditetapkan untuk tetap dipertahankan sebagai lahan pertanian,” ujarnya.
Akibat tumpang tindih aturan itu bagi pengembang dikatakannnya adalah sulitnya memecah sertifikat tanah yang termasuk dalam kawasan LSD. Hal ini karena lahan sawah yang dilindungi memiliki status khusus. (h/ita)