PADANG, HARIANHALUAN.ID — Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) termasuk kategori daerah dengan tingkat kemandirian fiskal rendah. Hal ini terlihat dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya menyumbang sekitar 21 persen dari total pendapatan daerah. Dengan angka tersebut, Sumbar dinilai masih sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat. Padahal, menurut standar pengukuran, daerah baru bisa dikategorikan memiliki kemandirian fiskal tingkat sedang apabila persentase PAD berada pada kisaran 25 hingga 50 persen.
Artinya, Sumbar masih perlu meningkatkan kontribusi PAD agar tidak terus terjebak dalam ketergantungan fiskal. Penambahan setidaknya 5 persen dalam lima tahun mendatang dinilai cukup realistis untuk dikejar, asalkan disertai langkah-langkah konkret yang terukur.
Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand), Prof. Herri MBA menyatakan, peningkatan tersebut hanya bisa dicapai jika ekonomi daerah tumbuh secara stabil. Idealnya, pertumbuhan ekonomi harus berada dalam kisaran 4 hingga 5 persen atau lebih setiap tahunnya. Pertumbuhan yang konsisten akan membuka peluang baru bagi masyarakat untuk berusaha dan meningkatkan daya beli, yang kemudian berkontribusi pada pendapatan daerah.
Selain itu, pemerintah daerah (pemda) juga dituntut untuk memperkuat strategi intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Intensifikasi berarti memaksimalkan potensi pajak dan retribusi yang sudah ada, termasuk memperbaiki sistem pemungutan agar lebih efisien, transparan, dan bebas kebocoran.
Sementara itu, ekstensifikasi dilakukan dengan menggali sumber-sumber baru penerimaan daerah. Misalnya melalui optimalisasi aset, pengembangan sektor pariwisata, pengelolaan kawasan industri, maupun mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang bisa menjadi penopang baru bagi fiskal daerah.
Ia mengingatkan pentingnya kemandirian fiskal daerah dalam menopang pembangunan. Menurutnya, kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat kecil membuat pemerintah daerah sangat bergantung kepada pemerintah pusat.