PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. Dr. Yulhendri, M.Si, menegaskan bahwa potensi penerimaan negara sebagian besar sudah ditarik oleh pemerintah pusat. Pajak-pajak strategis seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Barang Mewah, hingga royalti sumber daya alam menjadi kewenangan pusat.
Kondisi ini membuat daerah, terutama yang tidak memiliki sumber daya alam (SDA) besar, menghadapi keterbatasan dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Secara hukum, undang-undang memang mengatur bahwa dana pusat harus dibagi ke daerah sebesar 25 persen. Namun tentu jumlah ini tetap lebih kecil dibandingkan kebutuhan riil daerah,” jelas Prof. Yulhendri.
Ia menyebutkan, jika pemerintah daerah ingin mandiri secara fiskal, maka langkah yang harus dilakukan adalah memaksimalkan penerimaan dari retribusi serta bagi hasil perusahaan daerah. Namun, realitasnya sebagian besar retribusi sudah menjadi kewenangan kabupaten dan kota, sehingga ruang fiskal bagi pemerintah provinsi relatif sempit.
Idealnya, kata Yulhendri, pemerintah daerah minimal mampu membiayai “rumah tangganya” sendiri. Hal ini terutama mencakup gaji dan upah pegawai yang selama ini menyedot lebih dari 47 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Itu baru untuk biaya rutin. Idealnya, PAD bisa menyumbang minimal 80 persen sehingga daerah tidak hanya membiayai gaji pegawai, tapi juga pembangunan dan pelayanan publik,” ujarnya saat berbincang dengan Haluan,Rabu (20/8).
Untuk mencapai kemandirian fiskal, pemda harus berani melakukan inovasi kebijakan. Inovasi itu perlu diarahkan pada upaya meningkatkan daya tarik investasi, pengembangan sektor pariwisata, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif. Industrialiasi di daerah dan pengembangan bisnis lokal harus terus didorong agar perputaran ekonomi semakin besar.
Selain itu, infrastruktur menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Prof. Yulhendri mencontohkan pembangunan jalur distribusi logistik antarprovinsi yang memadai. “Termasuk normalisasi jalur kereta api Sumbar dengan Bengkulu, Jambi, Riau, hingga Sumatera Utara (Sumut). Infrastruktur yang kuat akan mendukung konektivitas ekonomi,” katanya.