PADANG, HARIANHALUAN.ID — Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita menilai persoalan kemandirian fiskal di Sumatera Barat (Sumbar) tidak bisa dilepaskan dari kondisi nasional. Menurutnya, arsitektur keuangan negara hingga kini masih sangat sentralistis, meski secara politik dan administratif sudah diberlakukan otonomi daerah.
“Secara fiskal, otonomi itu nyaris tidak ada. Semua diurus pusat. Jadi memang wajar ada daerah yang kontribusinya besar dan ada yang kecil, karena struktur fiskalnya tidak memberikan ruang luas bagi daerah,” ujar Ronny kepada Haluan,Rabu (20/8).
Ia menyebut, kontribusi PAD Sumbar yang hanya sekitar 21 persen terhadap total APBD di Sumatera memang relatif rendah. Jika dibandingkan secara komparatif dengan daerah lain, angka tersebut dinilai perlu ditingkatkan. Namun secara nasional, kondisi itu masih bisa dimaklumi karena struktur fiskal yang sentralistis.
Ronny mencontohkan sistem di Tiongkok yang meskipun menganut sistem politik komunis, tetapi distribusi fiskalnya lebih adil. “Daerah di sana mendapat bagian langsung dari PPN dan PPh. Sebanyak 25 persen dari kedua pajak itu masuk ke daerah. Maka pembangunan menjadi merata, karena kapasitas fiskal daerah kuat,” katanya.
Di Indonesia, daerah justru tidak mendapat bagian dari PPN maupun PPh. Sumber utama bagi hasil lebih banyak berasal dari daerah yang memiliki sumber daya alam (SDA) besar, seperti batubara atau nikel. “Sumbar tidak punya itu. Ada tambang, tapi tidak signifikan. Jadi wajar kontribusinya kecil,” kata Ronny.
Kendati demikian, ia juga mengkritik kecenderungan pemerintah daerah di Sumbar yang hanya “kembali ke rutinitas” setelah masa kampanye usai. Para kepala daerah, lebih sibuk dengan kegiatan seremonial seperti peresmian acara daripada memikirkan strategi mendatangkan investasi.
“Padahal, kalau mereka berpikir investasi, otomatis pertumbuhan ekonomi akan terdorong. Ujungnya, kontribusi fiskal meningkat. Tapi yang terjadi adalah kepala daerah hanya menjadi kepala pemerintahan, bukan kepala daerah yang visioner,” katanya.