Ronny mengingatkan, dalam dua kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi Sumbar tercatat paling rendah di Sumatera. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena mustahil meningkatkan PAD dari 20 persen ke 30 persen jika ekonomi daerah tidak tumbuh progresif dan investasi tidak berkembang. “Kalau pertumbuhan ekonomi stagnan, jangankan menambah PAD, yang ada hanya minta lagi ke pusat. Siklus ketergantungan ini akan terus berulang,” ujarnya.
Menurut Ronny, satu-satunya jalan keluar adalah daerah harus berubah lebih dulu. Jika arsitektur fiskal nasional belum bisa diubah, maka Sumbar mesti meningkatkan aktivitas ekonominya dengan cara meningkatkan investasi, membuat belanja pemerintah lebih produktif, serta mendorong pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja.
Ia melihat pemerintah daerah (pemda) di Sumbar belum memiliki platform strategis yang jelas. “Tidak ada peta jalan bagaimana membangun daerah, bagaimana mengembangkan investasi pariwisata, atau sektor unggulan lainnya. Yang ada hanya reaktif mengikuti momen,” kritiknya.
Ia juga menyoroti lemahnya kelembagaan pendukung investasi. Menurut Ronny, seharusnya ada tim khusus atau staf percepatan investasi di kantor gubernur maupun bupati. Sayangnya, posisi itu justru sering diisi oleh orang dekat kepala daerah atau relawan politik, bukan profesional yang berkompeten.
Akibatnya, tidak ada konsep strategis yang benar-benar dijalankan. Strategi peningkatan investasi, ekspor, dan perluasan basis ekonomi hanya berhenti di wacana tanpa ada kebijakan konkret. Pertumbuhan yang terjadi saat ini hanyalah pertumbuhan natural yang berjalan tanpa perjuangan serius dari pemda.
“Siapa pun kepala daerahnya, pertumbuhan tetap segitu-segitu saja. Tidak ada perbedaan signifikan karena tidak ada strategi yang jelas. Kita butuh kepala daerah yang berani menunjuk orang-orang kompeten untuk menyusun langkah strategis memajukan daerah,” ujar Ronny.