“Alokasi DBH Sawit tahun ini bukan hanya tambahan ruang fiskal, tetapi juga instrumen penting untuk mendorong pembangunan berbasis perkebunan yang lebih inklusif. Kami ingin memastikan setiap rupiah dana ini dipakai secara tepat sasaran, baik untuk perbaikan infrastruktur pendukung, peningkatan produktivitas sawit rakyat, maupun kesejahteraan sosial petani,” ujar Rosail kepada Haluan, Kamis (21/8)
Sebagai bentuk keseriusan, Pemprov Sumbar telah membentuk panitia khusus untuk memastikan penggunaan DBH Sawit berjalan sesuai aturan. Panitia ini terdiri dari unsur Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR), BPKAD, serta Disbuntanhor.
Panitia tersebut akan melaksanakan desk pembahasan Laporan Realisasi Penggunaan (LRP) untuk mengevaluasi dan memonitor pelaksanaan tahap I di seluruh kabupaten/kota penerima alokasi DBH Sawit.
“Dengan adanya desk evaluasi ini, kami bisa mengetahui secara langsung bagaimana penggunaan DBH Sawit di daerah. Monitoring ini penting agar penggunaan dana tidak keluar dari jalur peruntukan, dan hasilnya dapat benar-benar dirasakan masyarakat,” kata Rosail.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa alokasi DBH Sawit merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2023 yang menetapkan bahwa paling sedikit 4 persen dari penerimaan negara atas ekspor dan bea keluar sawit dikembalikan ke daerah. Skema pembagiannya adalah 20 persen untuk provinsi, 60 persen untuk kabupaten/kota penghasil, serta 20 persen untuk kabupaten/kota yang berbatasan langsung.
Kebijakan ini lahir dari desakan daerah penghasil sawit yang selama bertahun-tahun menanggung beban pembangunan infrastruktur dan lingkungan, sementara penerimaan negara dari sawit sangat besar tetapi tidak langsung dirasakan daerah.
“Dengan adanya DBH Sawit, ada bentuk keadilan fiskal antara pusat dan daerah. Daerah penghasil sawit yang menanggung dampak sosial dan lingkungan kini mendapatkan haknya dalam bentuk dana pembangunan. Tinggal bagaimana kita mengelola dengan transparan,” ujar Rosail.