PEKANBARU. HARIANHALUAN.ID – Kecelakaan helikopter tipe BK-117 D3 yang menewaskan delapan orang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, mendapat sorotan serius dari Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng, Pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional sekaligus Tokoh Insinyur Nasional. Menurutnya, peristiwa tragis ini menjadi alarm keras bahwa keselamatan transportasi udara terutama dalam aktivitas kerja di sektor energi dan industri harus ditempatkan sebagai prioritas utama.8
“Kita berduka atas musibah ini. Namun lebih dari itu, kecelakaan ini harus menjadi momentum untuk evaluasi menyeluruh terhadap aspek K3 penerbangan kerja, baik dari sisi standar operasional, inspeksi teknis, hingga sistem manajemen risiko,” tegas Ulul Azmi saat dihubungi harianhaluan.id, Sabtu (06/09/2025)
Ulul menegaskan bahwa helikopter tersebut digunakan dalam misi dinas/kerja, bukan penerbangan rekreasi. Dengan demikian, peristiwa ini termasuk dalam kategori kecelakaan kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jo. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, serta penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Dalam perspektif K3, pekerja tidak hanya dilindungi saat berada di lokasi kerja, tetapi juga ketika sedang melakukan perjalanan dinas, termasuk menggunakan moda transportasi udara.
Lebih lanjut, Ulul Azmi mengingatkan bahwa sesuai regulasi yang berlaku, setiap pekerja yang menjadi korban kecelakaan kerja berhak atas santunan dan jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini mencakup biaya pengobatan, santunan cacat, hingga santunan kematian bagi ahli waris yang dikelola melalui program BPJS Ketenagakerjaan. Ia menekankan bahwa perusahaan wajib memastikan seluruh tenaga kerjanya telah terdaftar dalam program jaminan sosial, sekaligus memberikan perlindungan tambahan sesuai risiko kerja masing-masing sektor.
Selain itu, Ulul juga menegaskan kewajiban perusahaan untuk melaporkan setiap kecelakaan kerja kepada instansi terkait, dalam hal ini Dinas yang membidangi ketenagakerjaan setempat, sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan pelaksanaannya. Kewajiban ini bukan hanya bentuk kepatuhan hukum, tetapi juga sarana agar setiap kasus dapat ditangani, diinvestigasi, dan dicegah agar tidak terulang. “Jangan sampai ada perusahaan yang menutupi kejadian dengan alasan menjaga citra. Transparansi laporan kecelakaan adalah wujud tanggung jawab moral dan hukum terhadap pekerja,” ujarnya.
Sebagai Pakar K3, Ulul Azmi mengajukan beberapa rekomendasi strategis, di antaranya audit keselamatan transportasi kerja melalui pemeriksaan menyeluruh pada armada helikopter dan pesawat yang digunakan perusahaan energi, pertambangan dan kehutanan; peningkatan kompetensi pilot serta teknisi melalui pelatihan berkelanjutan berbasis standar internasional; integrasi manajemen risiko K3 dengan penerapan sistem manajemen keselamatan terpadu yang memantau dari aspek pra-terbang, saat terbang, hingga pasca operasi; serta transparansi investigasi, di mana hasil penyelidikan KNKT diharapkan dapat dipublikasikan secara proporsional sebagai bahan evaluasi bersama dan pembelajaran nasional, sehingga menjadi dasar perbaikan sistem keselamatan penerbangan ke depan terutama untuk transportasi operasional perusahaan.
Ulul juga menyoroti bahwa perusahaan APRIL Group, sebagai pihak yang terkait langsung dengan operasi helikopter tersebut, perlu memastikan proses identifikasi korban dilakukan dengan segera, cepat dan tepat, mengingat peristiwa sudah hampir satu minggu berlalu. Selain itu, perhatian penuh kepada seluruh keluarga dan ahli waris korban harus menjadi prioritas, baik dalam bentuk dukungan moril maupun pemenuhan hak-hak jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal ini, menurut Ulul, akan menjadi wujud tanggung jawab perusahaan kepada pekerja dan keluarganya di tengah duka mendalam.
Ulul yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Wilayah Riau menegaskan, target “Zero Fatality” harus menjadi komitmen bersama, tidak hanya di darat dan laut, tetapi juga di udara. “Indonesia harus belajar dari setiap kejadian. Jangan sampai tragedi berulang karena kita abai pada detail keselamatan. Zero Fatality bukan sekadar jargon, melainkan arah baru keselamatan nasional,” tutupnya.
Di akhir, Ulul Azmi menyampaikan harapan agar pihak terkait dapat segera merilis informasi resmi terkait kronologi dan hasil investigasi awal kejadian tersebut. Publikasi yang terbuka dan tepat waktu dinilai penting, tidak hanya untuk memberikan kepastian kepada keluarga korban, tetapi juga sebagai dasar perbaikan sistem keselamatan transportasi kerja di Indonesia. (*)