Jika dirunut lebih jauh, menurut Sidun, aliran Sungai Batang Gasan sendiri semula jauh dari areal pertanian warga. Namun karena acap meluap, alirannya lantas berubah dan bergeser hingga banyak menghantam lahan-lahan warga saat ini.
Dampak kerugian yang dialami petani setempat akibat abrasi itu terasa kian berat. Pasalnya, selain areal tanam yang kian menyusut ulah terkikis aliran sungai, lahan-lahan tersisa yang sedang ditanami jagung dan padi juga terancam gagal panen saat ini. Para petani setempat mengeluh, namun tak bisa berbuat banyak.
Lebih disayangkan, kondisi ini luput dari perhatian pejabat terkait. Sidun mengaku, belum pernah melihat pejabat datang meninjau apalagi bertindak menangani nasib petani di sana.
“Semenjak petani di sini ketar-ketir memikirkan nasib kelangsungan pertaniannya, belum ada pejabat terkait datang menyemangati. Apalagi memberi solusi,” kata dia.
Ia amat berharap, pemerintah daerah hingga tingkat terbawah secepatnya menangani persoalan yang dialami para petani setempat. Menurutnya, jika lambat diupayakan minimalisasi pengikisan tanah akibat arus sungai itu, maka kehilangan lahan akan menyasar lebih banyak lagi petani.
“Solusinya bisa dilakukan peralihan arus sungai atau memasang tanggul penahan tebing. Bisa dengan memasang bronjong di sepanjang aliran atau di titik lahan-lahan warga yang terdampak pengikisan,” ujar Sidun.