HARIANHALUAN.ID — Kekhawatiran menyelimuti perasaan sejumlah petani di Korong Piliang dan Tanjung, Kenagarian Gasan Gadang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar), lataran puluhan hektare areal pertanian di bantaran Sungai Batang Gasan mengalami penyusutan akibat tergerus air sungai.
Salah seorang petani Korong Tanjuang, Sidun menyebutkan, pengikisan lahan akibat aliran sungai Batang Gasan itu sudah berlangsung lama dan berdampak pada lahan pertanian. Kondisi ini sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun dialami petani di sana.
“Lahan-lahan pertanian kami di sini terus berkurang dan berganti jadi aliran sungai. Beberapa petani, baik di Tanjung maupun di Piliang bahkan sudah ada yang kehabisan lahan,” kata Sidun di Padang Pariaman, Rabu (22/6/2022).
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, sambung Sidun, wilayah Gasan Gadang dan sekitarnya kerap dihadapkan pada musim penghujan. Kondisi ini membuat volume air sungai Batanggasan acap naik. Arus sungai pun menjadi lebih deras.
Tiap kali volume air sungai naik, membuat lahan sawahnya terus terkikis. Saat ini Sidun telah kehilangan sekitar sepertiga hektare lahan sawahnya akibat terkikis aliran sungai.
“Sepertiga hektare itu kalau normal hasilnya panennya bisa dapat 400 padi atau 25 karung ukuran 50 kilogram. Selama dua pekan ini, pengikisannya sangat parah, terakhir kali pada Jumat (17/6/2022) lalu, sungainya meluap,” ucapnya.
Jika dirunut lebih jauh, menurut Sidun, aliran Sungai Batang Gasan sendiri semula jauh dari areal pertanian warga. Namun karena acap meluap, alirannya lantas berubah dan bergeser hingga banyak menghantam lahan-lahan warga saat ini.
Dampak kerugian yang dialami petani setempat akibat abrasi itu terasa kian berat. Pasalnya, selain areal tanam yang kian menyusut ulah terkikis aliran sungai, lahan-lahan tersisa yang sedang ditanami jagung dan padi juga terancam gagal panen saat ini. Para petani setempat mengeluh, namun tak bisa berbuat banyak.
Lebih disayangkan, kondisi ini luput dari perhatian pejabat terkait. Sidun mengaku, belum pernah melihat pejabat datang meninjau apalagi bertindak menangani nasib petani di sana.
“Semenjak petani di sini ketar-ketir memikirkan nasib kelangsungan pertaniannya, belum ada pejabat terkait datang menyemangati. Apalagi memberi solusi,” kata dia.
Ia amat berharap, pemerintah daerah hingga tingkat terbawah secepatnya menangani persoalan yang dialami para petani setempat. Menurutnya, jika lambat diupayakan minimalisasi pengikisan tanah akibat arus sungai itu, maka kehilangan lahan akan menyasar lebih banyak lagi petani.
“Solusinya bisa dilakukan peralihan arus sungai atau memasang tanggul penahan tebing. Bisa dengan memasang bronjong di sepanjang aliran atau di titik lahan-lahan warga yang terdampak pengikisan,” ujar Sidun.
Hal yang sama juga disampaikan, Rapit, petani lainnya juga mengaku terdampak pengikisan lahan akibat aliran Sungai Batang Gasan itu. Berbeda dengan Sidun, Rapit sudah kehilangan seluruh lahan sawahnya di Piliang.
“Tumpak sawah saya yang di Piliang sudah habis terban tergerus aliran sungai. Ada lahan saya yang ditanami jagung di Tanjuang, namun saat ini juga terancam karena juga berada di pinggiran sungai,” katanya sembari berharap agar pemerintah secepatnya menangani persoalan itu.
Ia membeberkan, selain persoalan pengikisan lahan, air Batang Gasan juga sering merendam pertanian warga hingga memicu gagal panen. Beberapa titik jalan dan jembatan di Korong Tanjuang juga telah amblas dihondoh aliran sungai.
Bencana amblasnya sejumlah titik infrastruktur publik di sana sudah berlangsung sejak 2020. Hingga saat ini, akses yang rusak belum satupun yang mendapat sentuhan pembenahan dari pihak terkait. Kecuali masyarakat sekitar yang swadaya melakukan perbaikan darurat. (*)