Terong (Solanum melongena L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Sumatra Barat. Namun, di tengah meningkatnya produksi terong, ancaman hama dan penyakit tanaman semakin mengkhawatirkan. Salah satu penyakit utama yang menjadi momok bagi petani adalah Yellow Leaf Virus, yang penyebarannya sangat dipengaruhi oleh serangga vektor.
Tim peneliti dari Universitas Andalas, yang terdiri dari Lailatun Najmi, Silvia Permata Sari, dan Yaherwandi, telah melakukan penelitian komprehensif mengenai serangga vektor dan dampaknya terhadap penyebaran penyakit Yellow Leaf Virus pada tanaman terong di Sumatra Barat. Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting yang dapat membantu petani dalam mengendalikan hama serta memitigasi dampak penyakit yang merugikan hasil panen.
Naskah lengkap dari penelitian ini dapat dilihat padahttps://journal.trunojoyo.ac.id/agrovigor/article/view/24965 dan http://jurnal.um- tapsel.ac.id/index.php/agrohita/article/view/14073.
Penelitian yang berlangsung selama lima bulan pada tahun 2023 ini dilakukan di empat sentra produksi terong utama, yaitu Kecamatan Kuranji, Kecamatan Pauh, Kecamatan Batang Anai, dan Kecamatan Sitoga. Dengan metode survei yang sistematis, tim peneliti berhasil mengidentifikasi tujuh jenis serangga vektor yang berperan dalam penyebaran Yellow Leaf Virus.
Serangga yang ditemukan meliputi Bemisia tabaci (5.846 individu), Amrasca devastans (1.199 individu), Thrips sp. (176 individu), Paracoccus sp. (43 individu), dan Aphids gossypii (34 individu). Selain itu, dua spesies lain, yaitu Acanthocepala terminalis dan Nezara viridula, juga ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit. Dari seluruh serangga vektor yang diamati, Bemisia tabaci dan Amrasca devastans tercatat sebagai spesies dengan populasi dan tingkat serangan tertinggi, bahkan mencapai intensitas 100% di beberapa lokasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit Yellow Leaf Virus telah menyebar luas di Sumatra Barat. Insidensi penyakit ini mencapai 90% di Kecamatan Sitoga dengan tingkat keparahan sebesar 42,45%. Sementara itu, di Kecamatan Kuranji, keparahan penyakit mencapai angka tertinggi, yaitu 43,94%, dengan insidensi 70%.
Fakta ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi serangga vektor, semakin besar pula risiko penyebaran penyakit.Penelitian ini memiliki implikasi besar bagi sektor pertanian, terutama bagi petani terong di Sumatra Barat. Dengan memahami jenis dan populasi serangga vektor serta pengaruhnya terhadap penyebaran Yellow Leaf Virus, langkah-langkah strategis dapat diterapkan untuk mengurangi dampaknya.
Beberapa rekomendasi yang dapat diadopsi oleh petani meliputi penerapan teknik budidaya yang ramah lingkungan, penggunaan insektisida nabati yang efektif, serta pemantauan rutin terhadap populasi serangga vektor.
Selain itu, penentuan ambang batas populasi serangga yang berpengaruh terhadap peningkatan insidensi dan keparahan penyakit dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat dalam pengendalian hama.
Kontribusi Penelitian bagi Pertanian Berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Andalas ini memberikan kontribusi besar dalam upaya meningkatkan ketahanan pertanian di Sumatra Barat. Dengan adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai hubungan antara serangga vektor dan Yellow Leaf Virus, petani kini memiliki informasi yang lebih akurat untuk mengambil tindakan preventif dan kuratif.
Temuan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan pertanian yang lebih efektif serta inovasi dalam teknik pengendalian hama yang berkelanjutan. Dengan demikian, produksi terong di Sumatra Barat dapat terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.Sebagai langkah lanjutan, penelitian ini membuka peluang untuk pengembangan metode pengendalian hama yang lebih efisien serta kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan petani dalam menciptakan ekosistem pertanian yang lebih sehat dan produktif.
*oleh: Lailatun Najmi Dosen di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas