PADANG, HARIANHALUAN.ID — Degradasi lingkungan yang terjadi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Anai yang berhulu di kaki Gunung Marapi, Singgalang, dan Tandikek serta melintasi wilayah Kabupaten Tanah Datar, Padang Pariaman, hingga Kota Padang harus menjadi perhatian serius oleh semua pihak. Bila tidak segera ditanggulangi, bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi seperti yang terjadi pada 11 Mei 2024 boleh jadi akan kembali melanda.
Pemangku kepentingan terkait dalam hal ini harus segera mengambil langkah kongkret sesuai porsi kewenangan masing-masing untuk menyelamatkan DAS Anai yang kian mengalami kerusakan parah akibat terjadinya pelanggaran tata ruang, alih fungsi lahan, penumpukan sampah, hingga masifnya aktivitas tambang galian C ilegal di di sekitar lokasi DAS.
Komitmen bersama penyelamatan salah satu DAS vital yang punya fungsi konservasi dan lindung penting di Ranah Minang tersebut disepakati dalam Rapat Pemangku Kepentingan Pengelolaan DAS Anai yang diinisiasi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan pada Selasa (9/9).
Rapat koordinasi lintas instansi itu dihadiri Forum DAS Sumbar, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemprov Sumbar, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, serta Walhi Sumbar, Warsi Sumbar, dan sejumlah jurnalis lingkungan dari beberapa media di Sumbar.
Dalam forum ini, Forum DAS Sumbar mengingatkan ancaman serius yang masih mengintai kawasan DAS Anai. Musibah banjir lahar dingin Gunung Marapi yang melanda kawasan Lembah Anai dan sempat memutus akses Padang–Bukittinggi pada 2024 lalu harus menjadi pelajaran penting dalam merancang strategi pengelolaan DAS Anai secara lebih konservatif dan berkelanjutan.
“Apalagi Sumbar adalah daerah dengan bencana hidrometeorologi yang paling lengkap di Indonesia, Saat bencana tahun lalu, curah hujan di kawasan Gunung Marapi dan Singgalang tercatat mencapai 130 milimeter per jam. Dalam kajian hidrologi, kondisi itu memicu debit banjir hingga 400,6 meter kubik per detik,” ujar Ketua Forum Das Sumbar, Prof. Isril Berd.