JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menyampaikan apresiasi penuh dan menegaskan bahwa pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di New York pada Selasa (23/09/2025) malam telah menempatkan Indonesia di posisi penting panggung dunia. Pidato itu menggaungkan amanat konstitusi untuk menciptakan perdamaian dan penghapusan terhadap penjajahan di muka bumi. Suara Indonesia makin diperhitungkan.
Menurutnya, pidato tersebut menampilkan dimensi sejarah, nilai, dan identitas budaya bangsa yang dengan penuh kebanggaan dibawa ke forum terbesar dunia.
“Sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 32 ayat 1, negara wajib memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia. Pidato Presiden di hadapan Majelis Umum PBB menunjukkan bagaimana kebudayaan Indonesia menjadi kekuatan moral dan peradaban, yang relevan untuk menjawab tantangan global sekaligus memperkuat posisi bangsa di mata dunia,” ujar Menbud.
Di hadapan para kepala negara, lanjut Menbud, Presiden Prabowo menyampaikan dengan penuh keyakinan bahwa dunia hari ini dituntut untuk memilih sisi sejarah yang benar, terutama terkait dukungan bagi perjuangan Palestina. “Presiden menegaskan bahwa dukungan dan pengakuan negara Palestina adalah langkah yang tepat di sisi sejarah yang benar. Sejarah akan terus mencatat, apakah kita membiarkan ketidakadilan berlangsung atau bangkit untuk menjaga martabat kemanusiaan. Ini adalah pesan peradaban yang menjadi arah bagi generasi mendatang,” ujar Fadli.
Fadli juga menyoroti pidato Presiden yang mengingatkan tentang refleksi perjalanan bangsa Indonesia di masa kolonialisme, penindasan, dan perjuangan panjang menuju kemerdekaan. “Presiden menekankan bagaimana kita tahu arti penderitaan, arti hidup dalam apartheid, arti dirampas dari keadilan. Dari pengalaman itu, Indonesia belajar bahwa solidaritas global adalah kunci. Ini bukan hanya berbicara tentang Indonesia, tetapi tentang kemanusiaan secara universal,” jelas Fadli.
Ia menilai kutipan Presiden dari Thucydides, The strong do what they can, the weak suffer what they must, sebagai peringatan bahwa tatanan dunia yang adil harus menolak doktrin kekuasaan semata. “Indonesia menegaskan bahwa yang benar harus tetap benar, bukan yang kuat yang menentukan kebenaran. Itulah prinsip sejarah yang membimbing arah peradaban,” tambahnya.
Dalam pidatonya, Presiden juga menegaskan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada beras dan siap membantu dunia melalui ekspor pangan serta program ketahanan pangan global. Menbud menilai hal ini bukan hanya capaian ekonomi, tetapi juga capaian budaya.
“Indonesia memiliki tradisi agraris yang panjang. Dari sawah, ladang, hingga kebun rakyat, pangan adalah bagian dari identitas budaya kita. Bersama masyarakat, Kementerian Kebudayaan secara aktif melestarikan pangan lokal melalui pendataan di berbagai daerah, khususnya di komunitas adat. Pengetahuan turun-temurun tentang agraria, varietas pangan lokal, dan praktik budaya dalam mengelola tanah adalah warisan yang harus dilindungi,” ujar Fadli.
Ia menegaskan bahwa pelindungan pangan lokal berarti melestarikan identitas, memperkuat kedaulatan, dan menyiapkan masa depan. “Ketahanan pangan yang dibangun Indonesia adalah ketahanan yang berakar pada budaya. Ini adalah kontribusi budaya dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari pengalaman sejarah bangsa kita bagi dunia, memadukan tradisi dan inovasi untuk menjawab krisis pangan dan iklim global,” tambahnya.
Fadli menegaskan, Kementerian Kebudayaan akan terus mendukung visi Presiden dengan memperluas diplomasi budaya Indonesia di dunia internasional. “Pidato Presiden di PBB meneguhkan bahwa Indonesia bukan sekadar negara berkembang yang secara pasif berpartisipasi, melainkan bangsa dengan warisan peradaban besar yang siap turut menentukan arah. Diplomasi budaya akan menjadi salah satu instrumen utama untuk membawa pesan ini ke dunia,” tegasnya.
Menbud menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pidato Presiden Prabowo adalah panggilan sejarah agar para pemimpin dunia tampil dengan kebijaksanaan, kerendahan hati, dan visi peradaban. “Dari podium PBB, suara Indonesia bergema sebagai suara nurani global. Sejarah akan mencatat pidato ini sebagai penanda bahwa Indonesia berdiri tegak bersama kemanusiaan, memperjuangkan peradaban, dan menjaga masa depan dunia,” tutup Menbud. (*)