PADANG, HARIANHALUAN.ID – Peredaran rokok ilegal di Sumatera Barat (Sumbar) kian sulit diberantas. Jaringan distribusi yang semakin rapi membuat aparat kerap berhadapan dengan aksi “kucing-kucingan”. Bahkan, menurut Kasi Kepatuhan Internal Bea Cukai Teluk Bayur, Arif Budiman, sistem jual beli dilakukan secara tunai tanpa keterhubungan langsung antara distributor dan pengecer.
“Kadang distributor dan pengecer tidak saling kenal. Transaksi dilakukan cash, sehingga identitas distributor sangat sulit diungkap. Inilah tantangan kami di lapangan,” ucap Arif, Rabu (24/9/2025).
Untuk memperkuat pengawasan, Bea Cukai Teluk Bayur kini tidak lagi bergerak sendiri. Koordinasi diperluas dengan TNI, Polri, hingga Satpol PP di seluruh kabupaten/kota di Sumbar. Bahkan, jajaran Satpol PP telah dibekali sosialisasi tentang ciri-ciri pita cukai palsu dan pita cukai polos.
Baca Juga: Rokok Ilegal Kian Menggila, Bea Cukai Teluk Bayur Gagalkan 13,8 Juta Batang di Sumbar
Tak hanya aparat, upaya pencegahan juga menyasar masyarakat luas. Bea Cukai Teluk Bayur gencar melakukan sosialisasi melalui media sosial, videotron, baliho, hingga langsung mengundang Walinagari. Terbaru, seluruh Walinagari di Kabupaten Limapuluh Kota dikumpulkan dalam kegiatan sosialisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Meski begitu, Arif tak menampik bahwa tingginya permintaan masyarakat terhadap rokok ilegal tetap menjadi hambatan terbesar. “Faktor daya beli yang menurun membuat sebagian orang tetap memilih rokok ilegal. Yang penting bisa ‘ngebul’, tidak peduli legal atau tidak,” katanya.
Seiring berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan, pola penindakan pun mengalami perubahan. Bea Cukai kini lebih menitikberatkan pada optimum remedium, pelaku dikenai sanksi administrasi berupa denda tiga kali lipat nilai cukai, ketimbang langsung diproses pidana.
“Misalnya, ada pelaku kedapatan membawa 10 ribu batang rokok ilegal dengan cukai Rp700 per batang. Maka nilai cukainya Rp7 juta, dikali tiga jadi Rp21 juta. Itu yang harus dibayar. Negara lebih mengutamakan pemasukan,” katanya.
Dari mekanisme optimum remedium ini saja, Bea Cukai Teluk Bayur sudah mencatat penerimaan sebesar Rp417 juta hingga September 2025. Jika pelaku menolak membayar denda, kasus akan dinaikkan ke penyidikan dengan ancaman pidana satu hingga lima tahun penjara.
Untuk memperkuat pengawasan partisipatif, Bea Cukai Teluk Bayur juga membuka Hotline Pengaduan Masyarakat di nomor 0811-6661-07011. “Kami mengajak masyarakat ikut berperan. Informasi sekecil apapun bisa sangat berarti dalam menekan peredaran rokok ilegal di Sumbar,” tuturnya. (*)