PADANG, HARIANHALUAN.ID – Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sumatra Barat, Mursalim, menyampaikan apresiasi mendalam terhadap kiprah Harian Haluan, koran tertua di Ranah Minang yang kini telah memasuki usia ke-77 tahun.
Birokrat muda yang pernah dipercaya menjadi Penjabat Wali Kota Pariaman dan Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setdaprov Sumbar ini memiliki kenangan tersendiri dengan Haluan. Baginya, Haluan bukan sekadar surat kabar, melainkan bagian dari sejarah perjalanan bangsa, terutama di Sumatra Barat.
“Tujuh puluh tujuh tahun bukanlah perjalanan yang singkat. Haluan telah menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa, khususnya di Sumatra Barat, sebagai media yang konsisten menghadirkan informasi, edukasi, dan inspirasi bagi masyarakat,” ujar Mursalim.
Menurut Mursalim, Haluan sejak awal dikenal sebagai media lokal yang kritis, independen, dan setia mengawal setiap derap langkah pembangunan Ranah Minang. Haluan juga hadir dengan visi mencerdaskan kehidupan masyarakat, yang tetap relevan hingga kini.
Sejarah Panjang Harian Haluan
Harian Haluan lahir di tengah semangat perjuangan bangsa. Diterbitkan pertama kali di Bukittinggi tahun 1948 oleh H. Kasoema (alm) bersama sejumlah tokoh pers, Haluan menjadi satu dari sembilan koran tertua di Indonesia yang lahir pasca kemerdekaan. Saat itu, Bukittinggi memiliki peran penting sebagai pusat perjuangan pada masa Perang Kemerdekaan (1945–1949).
Selain Haluan, beberapa koran tua yang masih eksis hingga kini antara lain Harian Waspada (Medan, 1947), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta, 1945), Pedoman Rakyat (Makassar, 1949), dan Suara Merdeka (Semarang, 1950). Sementara koran legendaris lainnya, seperti Harian Merdeka (Jakarta) dan Surabaya Post, sudah berhenti terbit.
Era kejayaan Haluan berlangsung pada dekade 1980–1990-an, dengan wilayah edar hingga Riau, Jambi, Bengkulu, bahkan Jakarta. Nama Haluan kala itu identik dengan surat kabar nomor satu di Ranah Minang, dengan deretan jurnalis kawakan seperti H. Kasoema, Rivai Marlaut, Chairul Harun, M. Joesfik Helmy, hingga generasi berikutnya seperti Darman Moenir dan Beny Aziz.