PADANG, HARIANHALUAN.ID — Dalam tiga tahun terakhir,capaian rata-rata Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Sumatera Barat (Sumbar) tercatat sebesar 6,7 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar investasi (capital) yang masuk ke Ranah Minang dalam tiga tahun terakhir belum produktif dan belum memberikan kontribusi berarti bagi daerah.
Hal ini terungkap saat Rapat Koordinasi Perekonomian Sumatera Barat Tahun 2025 di Auditorium Gubernuran, Senin (20/10). Mengusung tema “Tantangan dan Peluang Investasi Kabupaten/Kota Dalam Mencapai Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2025–2029”, kegiatan ini diharapkan menjadi momentum awal penyelarasan arah kebijakan ekonomi daerah serta penuntasan sejumlah isu krusial yang hingga kini masih membayangi pertumbuhan ekonomi Ranah Minang.
Dibuka Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, rakor tersebut dihadiri oleh seluruh bupati dan wali kota se-Sumbar, Sekdaprov Sumbar, pimpinan instansi vertikal, perguruan tinggi, asosiasi pelaku usaha seperti KADIN, PHRI, dan GAPKI, serta narasumber dari Kementerian Investasi/BKPM RI, Bank Indonesia, Dirjen Perbendaharaan Sumbar, dan para akademisi.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Mahyeldi menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya sekadar angka statistik dalam grafik, melainkan juga cerminan dari kehidupan masyarakat yang bekerja keras, mulai dari petani, nelayan, pedagang, hingga anak-anak muda yang menatap masa depan dengan semangat. “Pertumbuhan ekonomi sejati harus inklusif, bukan hanya tinggi, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat,” ujarnya.
Ia menyebut, Pemprov Sumbar menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,3 persen pada tahun 2029 dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita mencapai Rp94,85 juta. Target ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat 2025–2029 yang telah diselaraskan dengan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Untuk mencapai target tersebut, Sumbar butuh investasi baru senilai Rp80–Rp120 triliun sepanjang periode 2026- 2029. “Namun demikian, ada beberapa tantangan serius yang menghambat percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi efisiensi investasi,” ujarnya.