Mahyeldi menyebut, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Sumbar selama tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 6,7 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional yang sebesar 4–5 persen. Hal ini, ucapnya, menjadi indikasi bahwa investasi di Sumbar belum cukup produktif menghasilkan output ekonomi yang diharapkan.
“Tingginya angka ICOR ini adalah alarm bagi kita semua. Artinya, dana yang masuk ke Sumbar belum memberikan hasil maksimal. Ini soal kualitas investasi, bukan hanya kuantitasnya,” tuturnya.
Untuk mengatasi tantangan itu, Pemprov Sumbar menyiapkan lima langkah strategis. Pertama, meningkatkan kualitas investasi agar lebih produktif dan berorientasi pada nilai tambah, bukan hanya pada proyek fisik jangka pendek.
Kedua, melakukan reformasi regulasi dan perizinan agar lebih sederhana dan efisien, terutama di tingkat kabupaten/kota. Ketiga, mempercepat digitalisasi sektor ekonomi untuk memperkuat daya saing UMKM dan memperpendek rantai distribusi.
Keempat, merevitalisasi dan mengoptimalkan infrastruktur eksisting seperti pelabuhan, rel kereta, dan bandara sebagai simpul konektivitas ekonomi. Kelima, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kewirausahaan agar pertumbuhan ekonomi tumbuh dari manusianya, bukan sekadar proyeknya.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut Gubernur juga memaparkan tujuh strategi besar pembangunan ekonomi Sumbar untuk lima tahun ke depan. Strategi itu mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan produktivitas sektor pertanian, penguatan ekonomi nagari agar mandiri dan berdaya saing, peningkatan investasi inklusif dan berkelanjutan, pengembangan ekonomi hijau dan biru, peningkatan konektivitas wilayah melalui infrastruktur, serta pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai penopang masa depan ekonomi Sumbar.
Rakor tersebut juga mengungkapkan bahwa kontribusi ekonomi terbesar di Sumbar masih ditopang oleh Kota Padang sebesar 25,87 persen terhadap PDRB provinsi, diikuti Kabupaten Agam sebesar 8,60 persen dan Padang Pariaman 8,24 persen.