Laporan : Yesi Deswita
PADANG, HALUAN – Wilayah Sumatra Bagian Utara (Sumbagut) yang meliputi lima provinsi yaitu Aceh, Sumatra Utara (Sumut), Sumatra Barat (Sumbar), Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) menjadi kawasan dengan aktivitas eksplorasi minyak dan gas bumi (Migas) paling masif di Indonesia. Potensi sumber daya alam yang besar membuat kawasan ini diproyeksikan menjadi pusat produksi migas strategis nasional dalam beberapa tahun mendatang.
Pakar migas sekaligus Dosen Universitas Pertamina, Dr. A. Rinto Pudyantoro menyebutkan bahwa sepanjang 2023-2024 kegiatan eksplorasi di Sumbagut diperkirakan menemukan 5,2 TCF gas dan 125 juta barel minyak (MMBO), dengan investasi sebesar U$D 391 juta.
“Tahun 2024 SKK Migas menyelesaikan 799 pengeboran yang dilakukan di seluruh Indonesia dan sebanyak 520 pengeboran atau 65 persen diantaranya terkonsentrasi di wilayah Sumbagut,” ujarnya dikutip dari keterangan yang diperoleh Haluan, Senin (3/11).
Lebih lanjut dikatakannya, Sumbagut termasuk salah satu perwakilan tersibuk dengan kegiatan pengeboran.
“Banyaknya kegiatan pengeboran juga menandakan, Sumbagut menjadi salah satu kawasan strategis yang juga mencerminkan potensi besar cadangan hidrokarbon yang terdapat di bawah lapisan geologi
walaupun termasuk ladang minyak tua,” tuturnya.
Pengeboran yang masif ini tidak hanya bertujuan mempertahankan tingkat produksi yang ada, tetapi juga membuka peluang untuk meningkatkan kontribusi migas terhadap kebutuhan energi domestik dan ekspor.
Untuk efesiensi pengeboran, kegiatan pengeboran di wilayah Sumbagut menerapkan teknologi termutakhir dan terkini.
Termasuk directional drilling untuk mencapai reservoir yang sulit dijangkau. Demikian juga penerapan metode enhanced oil recovery (EOR) yang diterapkan untuk memaksimalkan ekstraksi minyak bumi dari
ladang minyak yang telah matang.
Hanya saja, operasional KKKS di Sumbagut sangat terbantu dengan ketersediaan infrastruktur pendukung dalam proses pengeboran. Termasuk di dalamnya ketersediaan rig modern, akses jalan, dan
fasilitas logistik yang memadai, sehingga memungkinkan pengeboran dilakukan secara efisien dan terintegrasi.
Keberhasilan operasi juga salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan distribusi minyak dan gas bumi di wilayah ini,
seperti jalur pipa yang menghubungkan ke kilang pengolahan.
“Semua itu semakin memperkuat posisi Sumbagut sebagai pusat produksi migas yang strategis,” tuturnya.
Kegiatan pengeboran yang masif dan operasional KKKS di Sumbagut juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan, baik pada tingkat lokal maupun nasional.
Selain menciptakan lapangan kerja
langsung di sektor hulu migas, kegiatan pengeboran juga memicu pertumbuhan sektor-sektor pendukung, bermunculan perusahaan daerah untuk mendukung logistik, konstruksi, dan jasa teknis.
Disisi lain, kegiatan dan bisnis hulu migas sejatinya menghadapi tantangan yang kompleks. Bisnis migas bukan kegiatan bisnis yang selalu berjalan mulus tanpa kendala.
Dari sisi teknis, kegiatan migas berhadapan dengan ketidakpastian untuk menemukan cadangan yang ekonomis. Sementara itu untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang telah berproduksi menghadapi kecenderungan penurunan produksi karena sebagian besar operasional migas di Indonesia mengandalkan sumur tua dan lapangan tua.
Dampak dari pasar global juga dihadapi oleh Industri hulu migas. Yang antara lain, akan berhadapan dengan risiko ketidakpastian harga minyak.
Sedikit banyak fluktuasi harga minyak global juga memengaruhi kelangsungan proyek-proyek hulu migas.
“Risiko harga semakin besar terutama untuk daerah operasi migas yang masih membutuhkan biaya operasi tinggi,” ungkapnya.
Industri hulu migas berhadapan dengan biaya eksplorasi dan produksi yang terkenal ‘serba’ mahal.
Harga barang mahal untuk Industri hulu migas ini biasanya berkaitan dengan tuntutan HSE (healthy safety and environment), yang memang secara umum bisnis migas rentan dengan bahaya kesehatan, keselamatan dan persoalan lingkungan, sehingga memerlukan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Industri hulu migas hingga saat ini memainkan peran penting dalam perekonomian nasional dan daerah.
“Jadi Multiplier effect yang terjadi di tingkat nasional, terjadi juga di tingkat daerah. Hanya sedikit berbeda pada unsur dampak pertama, yang disebut dengan first impact,” ujarnya.
Dari sudut pandang industri hulu migas, Multiplier effect terhadap perekonomian daerah di bagi dua.
“Yaitu dilihat dari sisi penerimaan seperti dana bagi hasil migas, participating interest, Pasokan minyak bumi untuk refinery, Pasokan Gas untuk PLN hingga industri turunannya. Dan sisi pengeluaran seperti Pajak bumi dan bangunan migas, Program pengembangan masyarakat, Belanja barang dan jasa melalui badan usaha lokal, tenaga kerja lokal dengan melibatkan masyarakat setempat, fasilitas operasi yang digunakan untuk umum hingga pajak dan retribusi daerah,” ucapnya.
Bisnis hulu migas tidak ‘hidup’ di ruang hampa, namun nyata, membumi dan hidup di tengah-tengah hiruk pikuk perubahan politik, sosial, ekonomi, finansial, risiko dan teknologi.
“Banyak para pihak yang terlibat dalam proses operasional migas,” tuturnya.
Kelancaran operasional dan kegiatan hulu migas juga akan berpengaruh pada tenaga kerja. Peningkatan kegiatan operasional
migas akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak. Sebagian tenaga kerja tentu saja diambil dari masyarakat daerah. Lalu, peningkatan tenaga kerja lokal akan menopang perekonomian daerah dan meningkatkan penerimaan pajak daerah.
Memang keberhasilan bisnis hulu migas selalu dinantikan, didambakan dan diharapkan, karena memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Secara lebih umum bisnis hulu migas diharapkan dapat memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian dan ketahanan energi nasional.
Hanya yang sering dipahami, bahwa bisnis hulu migas menjadi salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak, dan bagi hasil migas.
Padahal tidak hanya itu peran industri hulu migas. Masih ada lagi yaitu perannya sebagai pendorong dan penarik perekonomian nasional dan daerah.
Pasokan migas yang dihasilkan dapat mendukung kebutuhan energi domestik, baik untuk bahan bakar transportasi, energi listrik, maupun bahan baku industri.
Di Indonesia, sektor ini juga memiliki dampak positif dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong transfer teknologi, yang pada akhirnya akan menstimulasi perekonomian daerah dan nasional melalui Multiplier effect yang dihasilkan.
Sementara itu, Deputi Eksplorasi, pengembangan dan manajemen wilayah kerja SKK Migas, Riky Rahmat Firdaus juga mengamini kegiatan Industri hulu migas di Indonesia memiliki kontribusi nyata bagi perekonomian negara dan pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Kontribusi dan manfaat kehadiran industri hulu migas terwujud dalam bentuk Multiplier effect, menyasar dan mempengaruhi kemajuan sosial ekonomi. Sehingga industri hulu migas telah menjadi lokomotif
perubahan pembangunan sosial ekonomi di daerah,” ucapnya. (h/yes)
			













