HARIANHALUAN.ID — Para wali kelas SMPN 1 Padang menangis saat Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang melakukan klarifikasi ke lapangan terkait buntut pendongkrakan nilai siswa, agar bisa diterima di sejumlah SMA favorit lewat jalur prestasi, Rabu (29/6/2022).
Pantauan Harianhaluan.id, kunjungan lapangan tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang, Zulhardi Z Latif dan anggota Irawati Meuraksa, Yandri Hanafi dan Pun Ardi sekitar pukul 13.30 WIB.
Kedatangan Komisi IV DPRD Padang disambut langsung Kepala SMPN 1 Padang, Yan Hendrik, serta sejumlah wali kelas dan Ketua Tim Verifikasi Dinas Pendidikan Kota Padang, Maidison di ruang kepala sekolah tersebut.
Pada kunjungan yang bertujuan untuk mengklarifikasi langsung kasus yang mencoreng dunia pendidikan Kota Padang itu, anggota Komisi IV DPRD Kota Padang, Irawati Meuraksa mempertanyakan apakah mark up nilai yang terjadi di salah satu SMP Favorit Kota Padang itu dilakukan dengan sepengetahuan kepala sekolah, wali murid dan seluruh siswa di sekolah itu sendiri.
“Saya ingin bertanya, apakah mark up nilai di SMPN 1 Padang ini diketahui kepala sekolah, wali murid dan siswa kelas IX SMP. Mohon dijelaskan seterang-terangnya, agar kejadian memalukan ini tidak kembali terulang,” kata legislator wanita dari Fraksi PAN itu.
Selain mengungkapkan kekecewaannya, selaku alumni dari sekolah itu, Irawati Meuraksa juga menyoroti bahwa terdapat kelemahan dari sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia dan Kota Padang. Yang mana saat ini, menurutnya, nilai rapor yang dijadikan sebagai acuan penerimaan pada jalur prestasi, hanya dicantumkan di selembar kertas.
“Padahal dulunya, nilai rapor itu langsung diterima dalam bentuk buku, sekarang hanya ditulis di selembar kertas, sehingga nilai siswa rawan dimanipulasi dikemudian hari dan menyebabkan siswa yang dikorbankan dan dirugikan,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Padang, Zulhardi Z Latif menyoroti adanya kesimpangsiuran surat keterangan perbaikan nilai asli siswa yang diajukan oleh pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan Kota Padang dan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Barat.
“Kepada Dinas Pendidikan Sumbar, dituliskan bahwa yang merubah nilai adalah siswa, sedangkan kepada Dinas Pendidikan Padang dijelaskan bahwa yang merubah nilai adalah wali kelas. Ini perlu dijelaskan, karena kita tidak ingin ada aksi cuci tangan dan menjadikan siswa ataupun wali kelas sebagai kambing hitam dalam kejadian ini,” ucapnya.
Padahal, kata Zulhardi, bagaimanapun dalam kasus ini para siswa adalah korban, sehingga dibutuhkan langkah kongkrit agar siswa yang berjumlah sekitar 50 orang-an ini tetap dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Untuk itu, yang harus dilakukan adalah bagaimana menyelamatkan para siswa ini. Sebab, merekalah yang paling dirugikan. Belum lagi kita harus memikirkan dampak psikologis dan stigma yang harus mereka terima dari lingkungan akibat kejadian ini,” ucapnya.
Menanggapi pertanyaan yang dicecar para anggota dewan, Kepala SMPN 1 Padang, Yan Hendrik tetap bersikukuh, bahwasanya aksi manipulasi nilai itu dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya selaku kepala sekolah.
Menurutnya, manipulasi nilai itu terjadi lantaran para wali kelas khawatir jika para anak muridnya, tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah yang mereka inginkan. Terutama bagi siswa yang berdomisili di daerah blank zone yang hendak mendaftar lewat jalur zonasi.
“Timbul rasa keibuan dari para wali kelas, karena di tahun sebelumnya banyak siswa yang beralamat di blank zone, tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah negeri. Apalagi tahun sebelumnya, kebanyakan mereka hanya diterima di sekolah swasta,” ucapnya. (*)